Oleh : Kang Iqbal
SEMARANG - Seragam polisi adalah hukum” demikian dikatakan oleh Satjipto Raharjdo (Polisi Sipil, 2003).
Hukum yang terkandung dalam seragam polisi itulah yang membedakan polisi dengan CiU (Civilian in uniform) yang lain seperti jaksa, satpam dan lainnya.
Bagaimana masyarakat melihat sosok hukum dan kepribadian polisi tercermin dari perilaku sosok berseragam polisi pada saat bertugas maupun tidak dalam melayani bermasyarakat
Seragam polisi yang dikenakan akan berdampak terhadap penilaian perilaku. Di balik seragam polisi terdapat kekuatan nilai hukum yang ada dan menjadi ciri kepribadian yang mengenakannya.
Seragam polisi yang dipakai seseorang adalah simbol hukum yang berjalan.
“man on the street” ( Prof. D.J. Van Apeldoorn).
Karena dilihat dari aktifitas kesehariannya tanpa terlalu dipengaruhi oleh tempat dimana pemakai seragam polisi itu berada baik di jalan raya, terminal, gang sempit, pasar, perkampungan, perkotaan, tempat hiburan malam dan tempat lokalisasi sekalipun
Keberadaan seragam polisi membuat masyarakat patuh karena ketidak patuhannya akan menimbulkan sanksi terhadapnya.
Lalu bagaimana persepsi masyarakat terhadap hukum sendiri?
Hukum akan dianggap tegas ketika masyarakat melihat seseorang berseragam polisi bertindak tegas terhadap pelanggaran lalu lintas dan ketegasan dalam mengambil tindakan hukum terhadap kelompok khilafatul muslimin di Jakarta, brebes, solo, sukoharjo dan daerah lainnya.
Hukum dianggap objektif ketika masyarakat melihat kejujuran, keterbukaan dan objektifitas dalam proses rekruitmen anggota Polri
Hukum dianggap berimbang ketika masyarakat melihat pemberian “punishment” (hukuman) dan reward (penghargaan) bagi masyarakat serta anggota polisi melakukan pelanggaran dan anggota polisi yang berprestasi dalam pengabdiannya.
Hukum dianggap berwibawa ketika masyarakat melihat dari cara berseragam yang dikenakan seseorang terlihat rapi, disetrika, necis dan serasi dengan pemakainya. Juga bertindak dan bertutur kata yang sopan ketika berhadapan dengan masyarakat.
Namun akan sangat berbeda ketika masyarakat yang melihat Polisi berseragam Naik Motor ngebut atau Seragam Polisi pada saat jam sibuk pulang sekolah justru terlihat bercengkerama di pos polisi bermain HP tanpa mempedulikan lingkungan sekitarnya.
Melihat sekelompok orang yang menggunakan baju seragam polisi tampil seadanya, tidak rapi dan kumal dengan kancing dada terbuka dan lengan baju yang digulung setengah lengan, naik truk polisi atau mobil patrol atau naik sepeda motor, ngebut di jalan raya, melanggar rambu – rambu lalu lintas dan membahayakan pemakai jalan lainnya, Hukum akan dianggap begitu arogan, sombong, cuek dan kumal.
Hukum juga dianggap tidak bertanggung jawab karena ketiadaan seragam polisi atau keterlambatan kehadiran seragam polisi di TKP saat terjadi kecelakaan atau tindak pidana.
Hukum juga dianggap peragu ketika seorang berseragam polisi ragu-ragu mengatur arus lalu lintas dan ragu-ragu dalam mengambil keputusan di jalan raya sehingga yang tampak justru kemacetan dan keruwetan di jalan, bukan kelancaran seperti yang di harapkannya.
Tentu kita akan melihat ungkapan kekecewaan, umpatan dan cacian yang kita dengar dari masyarakat di semua Platform media
Apa yang menjadi keinginan masyarakat melihat seragam polisi yaitu selalu bertindak tegas dan humanis, jujur , obyektif tidak memihak, bertanggung jawab dan berwibawa, selalu hadir ketika terjadi kejadian tindak pidana.
Kehadiran seragam polisi membuat mereka merasa terlindungi dan terayomi keberadaannya.
Uraian di atas merupakan sedikit gambaran betapa masyarakat umum melihat seragam polisi di lapangan lebih dari sekedar hukum yang ada
Seragam itu adalah sebuah representasi hukum yang hidup dan bergerak. Ada kekuatan yang terkandung dibalik “Seragam Polisi’.
Sebagai bahan renungan di HUT Bhayangkara ke -76 mari kita melihat dan bertanya kepada diri kita apakah masyarakat akan mendapatkan rasa aman, terayomi, terlindungi dan terlayani karena kehadiran seragam polisi di tengah tengah mereka.
(Semarang 12 Juli 2022)