Dampak Sekularisme Kemalis terhadap Ruang Publik di Turki
Catatan Perjalanan KH. Imam Jazuli, Lc. MA.*
TRIBUNNEWS.COM - Selama ini kita memahami bahwa definisi sekularisme adalah pemisahan urusan agama dari negara. Namun, sekularisme gaya Mustafa Kemal Ataturk, Pendiri Republik Turki, jauh lebih ekstrim. Yaitu, pemisahan agama dari seluruh ruang publik, seperti politik, hukum, pendidikan, dan sosial.
Kemalisme atau mazhab pemikiran Mustafa Kemal Ataturk terdiri dari enam prinsip dasar; republikanisme, nationalisme, populisme, revolusionisme, statisme, dan sekularisme. Jadi, sekularisme adalah satu dari enam prinsip yang diperjuangkan oleh Mustafa Kemal Ataturk.
Sekularisme mengeluarkan simbol-simbol keagamaan dari domain publik, dan meletakkan agama di bawah kontrol negara. Jika Turki Usmani menjadikan Hari Jum'at sebagai hari libur nasional, Republik Turki era Kemal mengubahkan menjadi Hari Minggu. Tidak ada lagi liburan hari Jum’at.
Dampak lain dari sekularisme adalah mengubah alfabet Arab yang dipakai dalam administrasi menjadi alfabet Latin. Kalender Hijriyah yang berbasis perhitungan bulan menjadi kalender Gregorian yang berbasis perhitungan matahari. Dari sinilah, simbol-simbol agama semakin tenggelam dalam arus sejarah.
Semenjak Mustafa Kemal Ataturk memimpin sekularisme, kaum elite Turki terpecah menjadi dua golongan besar; pertama, kaum reformis Islam, dan kedua, kaum Barat. Kedua golongan memiliki visi yang sama, yaitu modernisasi negara baru. Pencapaian Mustafa Kemal Ataturk dalam proses modernisasi ini disebut sebagai Reformasi Ataturk.
Baca juga: Gerakan Spiritual Said Nursi sebagai Respon atas Sekularisme di Turki
Aksi pertama yang dilakukan oleh Mustafa Kemal Ataturk adalah menegakkan kedaulatan rakyat melalui sistem demokrasi. Tidak saja mendeklarasikan sistem Republik, Majelis Agung Nasional Turki atau parlemen juga menghapus sistem monarki konstitusional pada tanggal 1 November 1922. Sejak itulah, berakhir sudah sistem monarki Islam di Turki.
Parlemen juga menghapus struktur hukum Islam dengan struktur hukum baru yang dijalaninya sejak tiga tahun sebelumnya, selama masa Perang Kemerdekaan Turki, yang dimulai sejak tahun 1919. Modernisasi Undang-undang dimulai sejak proyek tersebut di impelementasikan dengan serius.
Puncak proses modernisasi Hukum terjadi pada saat diterbitkannya Konstitusi Turki tahun 1921, yang membuat hukum Islam tidak berlaku lagi. Republik Turki tidak lagi berpijak pada hukum Islam melainkan hukum modern.
Catatan pentingnya adalah sekalipun Republik Turki menolak kehadiran agama dalam setiap ruang publik, Islam tetap dijadikan agama resmi negara. Sebab, bunyi teks undang-undang yang diteritkan Parlemen berbunyi: "selama makna kekhalifahan menyangkut konsep pemerintahan dan republik, ia dihapus."
Di bidang pendidikan, proyek Kemalisme adalah menyatukan seluruh lembaga pendidikan dan menerapkan sistem pendidikan sekuler. Kemalisme juga menutup banyak ordo keagamaan dilakukan pada tanggal 3 Maret 1924. Proyek ini pun meluas, sampai pada penutupan pondok pesantren para Darwis sejak 30 November 1925.
Puncak sekularisme yang dilakukan oleh Mustafa Kemal Ataturk terjadi pada tanggal 5 Februari 1937, ketika konsitusi Turki mengadopsi dan merujuk pada laïcité, yaitu prinsip-prinsip konstitusi sekuler di Perancis. Pasal 1 laïcité ditafsirkan sebagai penghapusan peran agama dalam pemerintahan dan penentuan kebijakan politik negara.
Dengan kebijakan sekularisme pemerintahan Mustafa Kemal Ataturk itu, pihak yang dirugikan adalah umat muslim yang hampir mencapai 99,8 persen populasi. Sebesar 85-90% adalah muslim Sunni bermazhab Hanafi. Sedangkan 0,2% adalah Kristiani dan Yahudi.
Sekularisme ini mulai sedikit kehilangan pamornya sejak 1982, yang saat itu sekolah dasar dan menengah mulai mengajarkan pelajaran agama, terutama ajaran agama Islam Sunni, walaupun ajaran agama-agama lain juga diwakili. Hal itu tergantung pada lembaga pendidikan yang menerapkannya.
Baca juga: Era Kebangkitan Turki Usmani dan Kejayaan Islam Global
Di sekolah dasar dan menengah, anak-anak akan belajar sejarah agama, praktek dan keyakinan yang berhubungan dengan Islam Sunni. Sekalipun sudah jelas bahwa Turki adalah negara Sekular, penerapan pendidikan agama di sekolah-sekolah dasar dan menengah mendapatkan kritik keras dari media asing maupun media publik Turki.
Sementara di kelas menengah atas, anak-anak yang berusia 18 tahun, pelajaran agama digabungkan ke dalam studi filsafat. Jadi, agama diajarkan sebagai filsafat (felsefe), yang juga merupakan mandat lembaga pendidikan. Di sekolah menengah atas ini, anak-anak lebih mendalam belajar agama-agama di luar Islam, pemikir-pemikir filsfat keagamaan, ide-ide dan keyakinan.
Di sekolah-sekolah agama, yang dikenal sebagai “İmam Hatips”, Islam mulai diajarkan secara lebih mendalam, dan pembacaan doa-doa sebagai bagian dari mata pelajaran Islam. Kehadiran “İmam Hatips” ini mulai terkenal sejak tahun 1950-an.
Di sekolah-sekolah privat İmam Hatip, bahasa Arab diajarkan sebagai bahasa kedua, atau ketiga, atau keempat, setelah bahasa Inggris dan Turki. Di beberapa sekolah, pelajaran al-Quran menjadi mata pelajaran pilihan. Tetapi, ada juga sekolah-sekolah yang sepenuhnya mengnajarkan pelajaran agama yang mereka tawarkan sebagai keunggulan sekolah mereka.
Pada tahun 2000-an, kelompok muslim reformis ini mencapai puncak perlawanannya terhadap sekularisme penuh Kemal Ataturk. Mereka pun berhasil mengusung seorang tokoh muslim besar bernama Recep Tayyip Erdogan, yang berasal dari partai berbasis Islam AKP (Adalet ve Kalkınma Partisi), menjadi presiden Turki tahun 2002.
Alhasil, penulis ingin mengatakan, kekuasaan datang dan pergi. Pemikiran tumbuh dan tumbang. Turki Usmani runtuh di tangan sekularisme Kemal Ataturk. Tetapi, Kemalisme juga tidak berdaya di tangan Tayyipisme atau Erdoğanisme; yaitu agenda-agenda politik dan idealisme Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.[]
*Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.