Erick Thohir, Salam Khas NU, dan Manajemen Kaderisasi
Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc. MA.*
TRIBUNNEWS.COM - Perayaan Satu Abad Nahdlatul Ulama (NU) berjalan lancar. Walaupun begitu, menyisakan satu wacana kontroversial. Salah satunya kasus Menteri BUMN Erick Thohir yang sedikit melakukan kesalahan dalamm mengucapkan salam penutup khas NU.
Saat itu, salam penutup yang diucapan Erick Thohir adalah "Walla muaffiq ila wamin thoriq". Seharusnya, ucapan salam penutup tersebut berbunyi: "Wallahul muwaffiq ila aqwamit thoriq" (Allah Yang Maha Memberi Bimbingan ke Jalan Terlurus).
Salam penutup ini bisa viral hari ini merupakan berkah. Karena kita bisa kembali belajar sejarah bagaimana proses kreatif penciptaannya, relasi interterks karya ulama NU tersebut dengan naskah-naskah yang sudah ada sebelumnya atau yang sezaman dengannya. Oleh sebab viral, kita diajak untuk belajar kembali.
Salam penutup khas NU tersebut diciptakan oleh KH. Ahmad Abdul Hamid (1915-1998) dari Kendal, Jawa Tengah.
Sebelum menciptakan Wallahul Muwaffiq ila Aqwamit Thoriq, Kyai Ahmad Abdul Hamid telah menciptakan salam penutup berbunyi: “Wabillahit tawfiq wal hidayah” (Allah Pemberi Bimbingan dan Hidayah).
Sebenarnya, terminologi "wallahul muwaffiq ila aqwamit thoriq" tidak saja populer di bumi Nusantara. Ulama-ulama Timur Tengah juga sering menggunakannya. Sebut saja Abul Futuh Abdullah bin Abdul Qadir at-Talidi (1926-2017), seorang ulama dari Maroko yang sezaman dengan Kyai Ahmad Abdul Hamid.
Dalam kitabnya Abul Futuh at-Talidi menulis "Wallahul muwaffiq al-Hadi ila aqwamit thoriq" (Thoriq al-Jannah, 2010: 97). Artinya, Allah Yang Maha Memberi Bimbingan Membimbing ke Jalan Terlurus. Walaupun ada tambahan kata “al-Hadi”, andaikan kata tersebut dibuang, maka struktur kalimatnya sama dengan karya Kyai Ahmad Abdul Hamid.
Begitu pula, kita bisa melacak lebih jauh asal-muasal ucapan salam penutup khas NU tersebut, yang sejatinya sudah populer sejak abad 12 Masehi. Kita bisa menyebut sebuah kitab berjudul Al-Abathil wa al-Manakir wa al-Shahhah wa al-Masyahir karya Abu Abdullah al-Husain bin Ja'far al-Jurqani al-Hamadani (w. 1148), seorang ulama dari Irak.
Dalam kitabnya tersebut, al-Jurqani al-Hamadani menulis kalimat yang hampir sama dengan karya Abul Futuh at-Talidi. Hanya saja, al-Hamadani menambahkan satu kata sambung “Waw (dan)”, sebagai berikut: “Wallahul Muwaffiq wal Hadi ila Aqwamit Thoriq”. Artinya, Allah Yang Maha Memberi Bimbingan Lagi Maha Membimbing ke Jalan Terlurus.
Dengan latar belakang semacam itu, kita bisa menilai betapa luas khazanah intelektual Kyai Ahmad Abdul Hamid, sehingga mampu menciptakan satu karya yang berkualitas global. Bukan saja mengabadikan khazanah yang tercipta di masa lampau tetapi juga dilanjutkan oleh generasi berikutnya.
Di masa-masa mendatang, kita butuh lahirnya figur seperti Kyai Ahmad Abdul Hamid, yang tidak saja mengusai literatur klasik tetapi juga mampu mengkontekstualisasikannya sesuai spirit dan kebutuhan zaman.
Sangatlah penting terminologi-terminologi turots kita tampil kembali ke publik dan tidak tenggelam dalam rak-rak perpustakaan pesantren.