Kolaborasi ASEAN dan Plus Three untuk pengembangan ekosistem EV battery memang menarik untuk dicermati jika melihat modal-modal yang ada. Namun, masih terdapat sejumlah tantangan yang harus dihadapi demi menumbuhkan ekosistem EV yang terhubung antara ASEAN dan Plus Three.
Misalnya, harga unit setiap EV yang begitu mahal membuat tingkat kepemilikannya masih rendah. Ambil contoh di Indonesia, berbagai insentif berupa subsidi yang diberikan pemerintah belum mampu mendorong peningkatan pemilikan.
Kementerian Perhubungan mencatat jumlah EV yang beroperasi di Indonesia baru mencapai 81.525 unit. Perinciannya, kendaraan roda dua sebanyak 62.815 unit, kendaraan roda tiga 320 unit, mobil penumpang 18.300 unit, dan mobil barang sebanyak 10 unit.
Alasan di balik belum masifnya pengguna EV di tanah air memang bermacam-macam. Satu hal yang sederhana adalah pengisian daya EV. Berbanding terbalik dengan SPBU yang mudah ditemukan di mana-mana, hingga ke pelosok daerah, masih sulit bagi masyarakat menemukan stasiun pengisian daya EV.
Untuk itu, perlu kerja kolosal negara-negara ASEAN dan Plus Three untuk meyakinkan masyarakat kalau EV merupakan solusi di masa depan sehingga pasarnya terbentuk. Fenomena polusi udara yang muncul belakangan di kota-kota besar seyogianya dapat menjadi momentum untuk menggencarkan kampanye perihal urgensi EV.
Lalu, apa yang dapat dilakukan pemerintah? Penerapan insentif fiskal, kebijakan investasi yang tepat hingga akselerasi pembangunan infrastruktur pengisian daya dapat dilakukan. Semua itu bertujuan untuk meningkatkan ekosistem EV.
Tantangan lain yang tidak kalah krusial tentu adalah tidak semua critical mineral seperti nikel ada di semua negara ASEAN. Layaknya sumber daya tambang lainnya, ada jangka waktu hingga komoditas tersebut akhirnya habis. Jika itu terjadi, bagaimana nasib kolaborasi ASEAN dan Plus Three?
Sesungguhnya masih banyak tantangan lainnya yang perlu dijawab dan diselesaikan untuk mengembangkan ekosistem EV battery di tanah air. Akan tetapi, semangat kolaborasi ini tentu patut diapresiasi di tengah kondisi dunia yang penuh dengan ketidakpastian.
*) Hafif Assaf adalah Government Affairs Profesional, Pemerhati Kebijakan Publik dan Dewan Pengawas BincangEnergi