TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Militer Israel nyaris tanpa henti selama 24 jam membombardir sasaran-sasaran di Jalur Gaza.
Gedung-gedung tinggi yang disebut jadi tempat persembunyian kelompok Hamas dirobohkan menggunakan bom pembongkar bunker.
Pemandangan gedung-gedung tinggi runtuh seperti rumah kertas, nyaris jadi pemandangan harian di Jalur Gaza.
Hasilnya memang kehancuran dan kengerian yang sulit dipercaya. Bombardemen itu juga menimbulkan korban jiwa begitu banyak di kalangan warga sipil Palestina.
Bayi, anak-anak, perempuan, orang lanjut usia, paramedis, jurnalis, bergelimpangan tak bernyawa. Korban jiwa di Palestina, terutama Jalur Gaza, sudah melewati angka 2.000 orang.
Kini, tidak ada satu jengkal pun wilayah di Gaza yang aman. Setiap saat dan kapanpun bom Israel bisa mengubur penduduk Gaza.
Baca juga: Skenario Terburuk, Jalur Gaza Jatuh ke Tangan Israel
Baca juga: Serangan Hamas Jadi Petaka Besar buat Jalur Gaza
Kemarahan Israel tampak begitu luar biasa sesudah Hamas menggempur masuk wilayah Israel pada 7 Oktober 2023.
Mereka meluapkan lewat serangan udara bertubi-tubi ke Jalur Gaza, yang belum pernah terjadi sejak negara itu berdiri pada 1948.
Di darat, militer Israel menyiagakan 350.000 tentara dan pasukan cadangan baik di perbatasan Gaza maupun Tepi Barat dan perbatasan Israel-Lebanon dan Israel-Suriah.
Invasi darat tinggal menunggu hari. Ribuan tank, ranpur lapis baja, artileri, dan peralatan pendukungnya menunggu perintah serbu.
Israel menetapkan target memusnahkan Hamas selamanya, lewat jalan menguasai Jalur Gaza yang selama ini dikontrol kelompok itu.
Langkah pertama selain serangan balasan udara, Israel menghentikan secara total pasokan listrik, air, akses logistik pangan dan medis ke Gaza.
Nah, melihat situasi ini, seperti apa skema konflik berikutnya jika invasi darat, laut, dan udara dilakukan Israel ke Gaza?
Dilihat dari indikasinya, terjadi aksi-aksi sporadis di perbatasan Israel-Lebanon. Kelompok Hezbollah Lebanon menembakkan roket ke wilayah Israel.