News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Misteri di Balik Pemandian Seliran Peninggalan Panembahan Senopati

Editor: Suut Amdani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga memadati komplek Sendang Seliran yang tengah dibersihkan.

Oleh; Prof. Dr. Bani Sudardi, M.Hum, Guru Besar Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret

Panembahan Senopati adalah seorang penguasa Mataram yang pernah memiliki pengaruh yang besar di pulau Jawa.

Kekuasaan Panembahan Senopati meliputi beberapa daerah bekas kekuasaan Pajang yang terdiri dari hampir keseluruhan Jawa Tengah dan sebagian besar Jawa Timur.

Dia memang punya cita-cita untuk mempersatukan seluruh tanah Jawa ini di dalam kekuasaannya.

Cita-cita dapat diwujudkan oleh cucunya yang bernama Raden Mas Rangsang atau yang bergelar Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusumo yang berkuasa pada tahun 1613-1645.

Peninggalan Panembahan Senopati yang dapat disaksikan sampai sekarang adalah masjid di Kotagede yang sering disebut sebagai Masjid Agung Kotagede, sebuah makam di belakang Masjid Agung Kotagede, serta sebuah pemandian yang disebut sebagai Sendang Seliran.

lihat foto Dr. Bani Sudardi, berada di lingkungan Sendang Seliran.

Pemandian ini merupakan satu pemandian yang unik. Letaknya ada di sebelah selatan Masjid Agung Kotagede.

Pemandian ini agak di bawah yang kemungkinan menyesuaikan dengan kondisi mata air yang ada di bawah sebuah lembah kecil.

Sendang tersebut terdiri dari dua buah. Yang sebelah utara disebut sebagai Sendang Lanang sedangkan yang sebelah Selatan disebut sebagai Sendang Wadon atau Sendang Putri.

Kedua Sendang ini memiliki tutup bangunan sebuah Joglo kecil serta ada tempat khusus untuk mandi dan mengambil air.

Jadi kalau orang mandi di tempat ini, dengan cara mengambil air dari gayung dan disiramkan ke tubuhnya. Tidak dengan cara masuk ke dalam Sendang.

Sampai saat ini pemandian ini masih banyak dikunjungi orang dan banyak orang yang melakukan ziarah dengan sekedar berkunjung, mandi, membawa air, dan lain-lain.

Ada di antara mereka yang berkunjung karena memiliki permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa, ada pula yang berkunjung karena tasyakuran, melepas nazar, meneliti, bergembira, dan sebagainya.

Dahulu tempat ini dihuni oleh seekor bulus atau kura-kura yang cukup besar. Namun saat ini, kura-kura sudah meninggal dunia. Yang ada adalah ikan lele yang cukup besar sebesar lengan orang dewasa.

Pemandian seliran ini memiliki misteri. Konon menurut cerita masyarakat setempat, mata air sendang ini muncul ketika Panembahan Senopati menancapkan tongkatnya di daerah itu.

Penancapan tongkat itu dilakukan di Sendang Lanang yang sampai saat ini masih dapat ditemukan berbentuk sebuah sumur kecil di sebelah selatan sendang.

Sampai saat ini Sendang Seliran ini masih menyimpan misteri.

Misteri pertama adalah dari segi nama. Konon masyarakat sekitar mengartikan seliran ini dari kata selir.

Sendang Seliran dianggap sebagai tempat mandi para selir Kanjeng Panembahan Senopati.

Yang dimaksud demikian adalah Sendang Putri yang konon diperuntukkan mandi untuk kaum wanita.

Menurut buku berjudul Kota Gedhe yang ditulis oleh Djoko Soekiman (1992), Sendang Saliran ini berasal dari kata salira.

Diceritakan bahwa Ki Ageng Pamanahan dan Panembahan Senapati dalam membangun sendang ini dikerjakan sendiri yang dalam bahasa Jawa disebut "disalirani.. Karena itu, sendang ini disebut sebagai Sendang Saliran.

Ada juga yang mengartikan Sendang ini sebagai tempat mandi atau untuk membersihkan diri. Diri dalam bahasa Jawa disebut juga dengan salira.

Menurut Djoko Soekiman, di Sendang Seliran ditemukan sebuah prasasti dalam bentuk candrasengkala yang berbunyi toya saliran sembahan jalmi merupakan simbol dari angka tahun Hijriyah 1284 atau 1867 Masehi.

Mungkin candra sengkala inilah nama dari sendang ini, yaitu saliran. Dalam tradisi Jawa, candra sengkala berkaitan dengan suasana yang terjadi, misalnya “sirna ilang kertaning bumi” simbol hilangnya kejayaan Majapahit dengan tahun saka 1400 atau 1478 Masehi.

Kalimat “toya saliran sembahan jalmi” dapat diartikan sebagai “air untuk membersihkan diri milik orang yang disembah manusia, yaitu Raja”.

Bisa juga diartikan sebagai “air untuk membersihkan diri dalam rangka manusia akan menyembah”.

Candra sengkala itu sekaligus menjelaskan fungsi Sendang Seliran sebagai tempat membersihkan diri Panembahan Senapati atau tempat membersihkan diri ketika akan menyembah, yaitu ke masjid.

Hal ini dapat dimaklumi karena di atas sendang itu disamping ada makam, terdapat pula Masjid Agung Mataram.

Aktivitas berhubungan dengan masjid agung adalah mandi dan berwudlu.

Dalam tradisi Jawa, apabila seseorang keluar dari makam atau penguburan, maka dianjurkan untuk membersihkan diri setidaknya cuci muka dan tangan agar terhindar dari sawan (kekuatan spiritual jahat).

Yang menjadi misteri lagi bahwa candrasengkala di Sendang Seliran tahun 1867 sudah jauh sejak kematian Panembahan Senapati tahun 1601.

Jadi tahun itu adalah tahun renovasi Sendang Seliran. Masa itu di Yogyakarta adalah zaman pemerintahan Hamengkubuwana VI yang memerintah 1855-1877.

Hal ini dapat dipahami pada tahun ini Yogyakarta dilanda gempa 6 skala richter dan banyak bangunan seperti Taman Sari, Masjid Kraton, dan sebagainya mengalami kerusakan.

Tampaknya Sendang Seliran juga terkena dampaknya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini