Oleh : Benny Sabdo *)
"Jalan untuk melenting ke atas tentu amat tidak mudah. Namun para korea tidak boleh menghindarinya. Beranilah bertarung, lawan jika ditekan, karena mentalitet korea adalah mentalitet kompetitif. Kompetisi itu jalan untuk melenting,” Komandan Bambang Pacul.
LIBURAN Idul Fitri tahun ini saya pulang kampung ke Jawa Timur. Kebetulan keluarga besar Ibu di Ponorogo penganut Islam bercorak kultur NU. Menjadi sebuah berkah tersendiri bagi saya dapat merayakan Idul Fitri dan Paskah di rumah orangtua.
Saya membawa buah tangan buku bertajuk “Mentalitet Korea Jalan Ksatria”, saya bagikan kepada para sahabat. Buku karya Puthut EA ini berceritera tentang perjalanan Komandan Pacul dalam upaya melenting. Kita yang masih berjuang perlu membaca buku ini biar tidak mudah patah semangat dan memiliki militansi tanpa batas.
Komandan Pacul adalah tokoh fenomenal, rileks penuh humor, memiliki prinsip hidup yang kuat sekaligus genuine dalam berpolitik. Tak ayal anak muda banyak gandrung kepada dirinya.
Atas sebab apa? Bisa jadi ketertarikan anak muda kepada Komandan Pacul muncul karena perasaan terwakili dengan konsepsi “korea” ala Komandan Pacul. Mereka merasa lahir sebagai orang biasa saja, harus bertarung dalam hidup yang ketat dan keras, dan mereka memiliki kesempatan untuk melenting ke lapisan sosial atas.
Setelah lulus SMA 1 Solo, Komandan Pacul melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia memiliki alasan unik memilih jurusan dan kampus ini. Ia masuk bukan atas dasar prospek masa depan, melainkan kebanggaan dan gengsi.
Baca juga: 7 Caleg Dapil Jateng IV Berpeluang Lolos Senayan: Cucu Megawati, Bambang Pacul, hingga Rinto Subekti
Semasa kuliah di UGM pula ia mulai aktif dalam berorganisasi, terutama di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Bahkan, ia sempat menjabat sebagai Ketua Komisariat GMNI Fakultas Teknik UGM. Ia memilih GMNI karena sejak dulu memang mengidolakan sosok Bung Karno.
Di matanya, Bung Karno adalah sosok hangat-merangkul semua kalangan, cerdas-memiliki gagasan-gagasan raksasa dan menginspirasi bangsa Indonesia dan dunia. Karena itu, akhirnya ia tak ragu menjadi kader PDI Perjuangan. Ia dikenal sebagai salah satu jagoan tempur darat PDI Perjuangan. Ia juga diberi banyak kepercayaan, antara lain menjabat sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu Nasional, Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan Jawa Tengah, Ketua Komisi III DPR RI dan Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan DPR RI. Dalam tradisi PDI Perjuangan seorang yang diberi banyak tugas, biasanya sosok yang loyalitas dan dedikasinya sudah teruji dan terbukti.
Komandan Pacul mengatakan dalam kultur Jawa istilah korea mengacu pada orang-orang dari kelas sosial menengah dan kelas sosial bawah. Dengan kata lain, korea adalah sebutan bagi orang-orang dengan daya juang luar biasa yang berusaha keluar dari belenggu kemiskinan. Orang dari kalangan bawah dengan keberanian dan kenekatan yang tinggi, serta memiliki banyak cara untuk bertahan hidup dan dapat rezeki. Karena punya banyak cara, biasanya mereka sangat supel dan mudah diterima berbagai kalangan.
Selanjutnya, Komandan Pacul bersabda agar para korea mempunyai karakter tidak pernah menyerah. Para korea perlu memelihara niat dan tidak berhenti mencari galah sampai ketemu.
Korea itu harus malu kalau sampai berhenti atau kalah oleh keadaan. Tak kalah penting, jika para korea belum sampai ke atas atau masih dalam proses mencari galah, jangan bersikap temperamental dan emosional. Maka, para korea mesti banyak senyum, sapa, salam dan suka menolong kepada orang lain.
Mentalitet korea selanjutnya yang ditekankan Komandan Pacul bagi para korea adalah empati kepada kaum miskin papa. Kehendak untuk berbelarasa terhadap orang-orang yang berada di lapisan sosial bawah, kaum miskin papa dan tersingkir, mesti mandarah daging dalam diri para korea.
Sebab bagaimana pun, para korea tidak boleh lupa diri. Seorang korea sejati harus selalu ingat bahwa sebelum melenting ke lapisan sosial atas. Ia pernah berada di bawah, dalam kehidupan yang sangat susah. Bisa hidup saja sudah bersyukur, apalagi bisa makan.
Dengan demikian, seorang korea sejati mesti menghayati spiritualitas kerakyatan supaya tidak lupa daratan.