News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Uang Saku Mahasiswa Pas-pasan, Berhemat, Kerja Sampingan atau Ikut-ikutan Gaya Hidup?

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi mahasiswa belajar.

Oleh: Defa Kurnia Novitasari

Mahasiswa sering mengalami saat-saat sulit, tidak memiliki uang. Apalagi untuk mahasiswa yang diberi uang saku pas-pasan, tetapi kebutuhan atau keinginan terlalu banyak.

Tak heran banyak mahasiswa yang mencari sampingan untuk bekerja, freelance atau pekerjaan yang lain.

Namun tak semua mahasiswa ini memiliki masalah yang sama.

Banyak juga mahasiswa yang justru diberi jatah bulanan lebih dari yang mereka butuhkan.

Tuntutan zaman membuat mahasiswa menginginkan sesuatu, ikut-ikut teman atau sekadar menuruti gengsi semata.

Disisi lain ada juga mahasiswa yang mempunyai kebutuhan yang diperlukan selama perkuliahan, misalnya membayar UKT sendiri.

Mungkin sebagian mahasiswa merasakan hal tersebut, dengan keterbatasan ekonomi dan uang saku yang diberi orang tua.

Sebagian mahasiswa tersebut 'dipaksa' untuk tetap hidup di luar kota dan jauh dari orang tua.

Pasalnya, terlalu boros dan menghamburkan uang dengan berlebihan itu juga merusak tatanan keuangan kalian, maka ada cara lain agar keuanganmu tidak boros, yaitu dengan berhemat.

Namun berhemat secara berlebihan itu juga tidak baik sebab itu bisa menjadi salah satu ciri tubuh kita mengalami gangguan kepribadian.

Gangguan tersebut bisa berakibat fatal dan akan menimbulkan masalah baru.

Meskipun gaya hidup hemat memiliki banyak keunggulan, perlu diingat bahwa segala sesuatu yang berlebihan dapat memiliki dampak negatif, salah satu dampak negatifnya adalah muncul masalah kesehatan.

Terlepas dari itu, beberapa orang yang menganggap bahwa tidak perlu makanan yang mahal, yang penting makanan yang mereka makan itu mengandung gizi tinggi dan seimbang, itu sudah lebih dari cukup.

Di sisi lain bagi sebagian orang yang kurang mampu atau memang hidupnya sederhana, tidak perlu makanan yang mewah.

Karena mereka berpikir bahwa masih bisa makan di warung yang lebih murah saja, sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari.

Selain itu prinsip beberapa orang juga ada yang tidak harus menggunakaan barang yang mahal, baik itu baju mahal atau mobil.

Mereka beranggapan hidup sederhana juga bisa menikmati hidup dengan senang dan tenang.

Banyak diluar sana, yang mempunyai prinsip di hidupnya untuk bisa menjajaki jenjang perkuliahan.

Tetapi sebenarnya kuliah di zaman sekarang itu banyak sekali peluang, baik di dunia kerja atau peluang mendapat beasiswa.

Namun untuk beasiswa juga tidak bisa terlalu diharapkan karena persaingan yang sangat luas, dan banyak beasiswa yang justru salah sasaran.

Nah salah satu cara untuk mengurangi pengeluaran adalah dengan berhemat, tetapi orang-orang tersebut justru mengabaikan dampak kesehatan.

Ini kerap kali menjadi masalah di kalangan mahasiswa yang niatnya berhemat yang berlebih justru menjadi suatu masalah yaitu penyakit yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.

Lalu terlalu berhemat atau ngirit juga berdampak pada pengalaman sosial seseorang, karena orang-orang yang berhemat cenderung menutup diri dari lingkungan sekitar, dan susah untuk bergaul dengan orang lain.

Uang saku mahasiswa kerap kali menjadi suatu masalah terhadap beberapa orang.

Ada yang merasa uang saku yang diberi orang tua kurang atau sebagainya.

Sampai mereka juga harus menghemat atau ngirit demi bisa memenuhi kebutuhan atau keinginan.

Fenomena ngirit ini masih menjadi buah bibir sampai saat ini.

Banyak kasus yang menimpa mahasiswa sampai terkena penyakit seperti asam lambung, atau yang lainnya.

Semua itu akibat pola hidup mahasiswa yang terlalu ngirit atau terlalu berhemat.

Beberapa waktu yang lalu penulis mendengar kabar bahwa mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta meninggal dunia secara misterius di kost tempat dia tinggal.

Diduga dia meninggal karena sakit asam lambung yang sudah akut.

Kabar ini menjadi perbincangan.

Pasalnya dilihat dari kesehariannya mahasiswa itu dari keluarga yang kurang mampu, dan dia juga sangat mengharapkan lolos beasiswa.

Namun, sepertinya beasiswa dimaksud tidak bisa diharapkan.

Menurut teman sekelasnya, mahasiswa itu langsung pulang ke kost-kostan yang tak jauh dari kampus setelah selesai kelas.

Diduga dia meninggal karena sakit asam lambung yang dideritanta.

Mahasiswa itu terpaksa berhemat karena ingin mengumpulkan uang untuk membayar UKT semester depan.

Hal ini menyebabkannya harus berpikir keras bagaimana cara untuk membayar UKT tersebut.

Maka dari itu dia mencoba menabung dan berhemat sebisa mungkin.

Namun sayang usahanya untuk berhemat agar bisa membayar uang kuliah tunggal (UKT) ini justru berujung malapetaka.

Kasus yang hampir sama juga dialami oleh warga di China yang meninggal karena kurang gizi.

Diduga ia menghemat uang dan hanya makan nasi dengan cabai saja, perilaku itu dia jalani selama kurang lebih 5 tahun.

Dia terpaksa menyisihkan uang yang seharusnya untuk dia makan sehari-hari untuk biaya pengobatan adiknya yang sedang sakit yang cukup parah.

Perilaku diatas harus segera ditindaklanjuti, karena banyak orang yang belum paham dan menganggap bahwa gaya hidup yang terlalu berhemat itu adalah hal yang sepele.

Apalagi di kalangan mahasiswa yang berusaha berhemat demi kepentingan pribadi, entah untuk diet atau tujuan tertentu.

Peran orang tua juga diperlukan dalam penanganan kasus seperti ini.

Dan yang tak kalah penting juga, peran dari orang-orang sekitar yang harus lebih memperhatikan orang-orang di sekelilingnya.

Jika ada teman atau orang yang mungkin gaya hidupnya sudah tidak masuk akal, kita bisa melakukan komunikasi dengan orang tersebut.

Penyakit seperti asam lambung masih menjadi masalah terutama untuk anak kost-kostan yang malas makan atau mager untuk mencari makan diluar.

Anak kost cenderung lebih memilih untuk tetap di kost walaupun badan sudah mulai gemetar karena lapar.

Masih banyak anak kost yang beranggapan bahwa makan sekali, itu sudah cukup.

Hal ini juga bisa karena uang yang mulai menipis atau alasan yang lainnya.

Padahal hal tersebut sangat tidak dianjurkan karena menahan lapar atau memilih untuk tidak membeli barang yang sebenarnya sangat dibutuhkan itu dapat menyiksa diri sendiri.

* Penulis adalah Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini