Oleh: Karyudi Sutajah Putra
Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)
TRIBUNNEWS.COM - Dengan percaya diri, Pramono Anung mengumumkan dirinya bersama Rano Karno unggul sementara dalam "exit poll" dan "quick count" sejumlah lembaga survei ketika data suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta 2024 telah masuk 85 persen, Rabu (27/11/2024) sore.
Calon gubernur-wakil gubernur nomor urut 3 yang diusung PDI Perjuangan ini meraup suara sekitar 50 persen, sementara penantang tersengitnya, cagub-cawagub nomor urut 1 yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus, yakni Ridwan Kamil-Suswono meraih suara sekitar 40 persen, dan cagub-cawagub nomor urut 2 dari jalur independen, Dharna Pongrekun-Kun Wardhana hanya mampu mendulang suara sekitar 10%.
"Exit poll" (pengambilan data saat pemilih keluar dari Tempat Pemungutan Suara) dan "quick count" (hitung cepat) bukan hasil resmi pilkada.
Adapun hasil resmi pilkada didasarkan atas hitungan manual Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jakarta yang akan diumumkan paling lambat 16 Desember 2024.
Jika perolehan suara manual Mas Pram-Bang Doel di atas 50%, maka keduanya akan dinyatakan sebagai pemenang. Sebaliknya jika tak lebih dari 50%, maka akan dilakukan pemungutan suara putaran kedua yang akan diikuti dua pasangan, yakni Ridwan Kamil-Suswono atau RIDO dan Mas Pram-Bang Doel.
Mengapa Mas Pram terlihat begitu percaya diri?
Pertama, karena bekas Menteri Sekretaris Kabinet itu mengalami euforia kemenangan sementara. Maklum, bersama Bang Doel ia hanya didukung oleh satu partai politik parlemen, yakni PDIP.
Sebaliknya, lawan tanding tersengitnya, yakni RIDO diusung oleh KIM yang terdiri atas Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat, plus Koalisi Perubahan di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, yakni Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Kedua, di masa awal usai pendaftaran, hasil survei sejumlah lembaga menunjukkan elektabilitas Mas Pram-Bang Doel sebagai pasangan calon "underdog".
Sebaliknya, RIDO adalah paslon yang elektabilitasnya "leading". Peta kekuatan politik berbalik arah sekitar 3 minggu menjelang pemungutan suara, Rabu (27/11/2024).
Sesungguhnya keunggulan Mas Pram-Bang Doel sudah saya prediksi jauh-jauh hari atau usai pasangan ini didaftarkan ke KPUD. Mengapa?
Pertama, Pilkada Jakarta kerap menimbulkan anomali. Terutama soal dukungan parpol. Calon yang notabene petahana dan didukung mayoritas parpol justru tersungkur.
Hal itu terjadi dalam Pilkada DKI Jakarta 2012 dan 2017. Pada 2012, cagub petahana Fauzi Bowo yang berpasangan dengan Nahrowi Ramli yang didukung banyak parpol justru dikalahkan oleh penantangnya, yakni cagub Joko Widodo yang berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang hanya didukung oleh dua parpol parlemen, yakni PDIP dan Gerindra.
De ja vu. Pada Pilkada DKI Jakarta 2017, cagub petahana Ahok yang berpasangan dengan Djarot Saiful Hidayat dan diusung banyak parpol, justru dikalahkan oleh penantangnya, Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang hanya didukung oleh minoritas parpol, meskipun saat itu terjadi "force majeure" atau kejadian luar biasa, yakni divonisnya Ahok sebagai terpidana kasus penistaan agama (Islam).
De ja vu lagi. Ternyata peristiwa serupa juga terjadi di Pilkada Jakarta 2024 di mana Mas Pram-Bang Doel yang hanya didukung oleh PDIP mengalahkan sementara RIDO yang didukung KIM Plus dan dapat diasumsikan sebagai petahana, karena didukung oleh Presiden Prabowo Subianto dan mantan Presiden Joko Widodo. Ini Jakarta, Bung!
Kedua, RIDO banyak mendapatkan sentimen negatif dari publik.
Mengapa?
Pertama, karena dukungan yang diberikan oleh Prabowo dan Jokowi terlalu vulgar bahkan melanggar etika atau fatsoen politik. Misalnya, video dukungan Prabowo kepada RIDO justru diviralkan di masa tenang, 24-26 November 2024.
Kedua, Ridwan Kamil dan Suswono sendiri suka mengeksploitasi isu pemberdayaan janda.
Ketiga, Menteri Perumahan dan Permukiman Maruarar Sirait yang merupakan pendukung RIDO mencoba mengusung politik identitas dengan menyatakan para pendukung Mas Pram-Bang Doel yang berasal dari non-muslim akan berpaling karena pasangan penantang itu didukung oleh Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta 2017-2022 yang saat kampanye dulu membiarkan berkembangnya politik identitas.
Alhasil, seperti perang Bharatayuda, Mas Pram-Bang Doel yang hanya didukung PDIP, seperti Pandawa yang hanya berjumlah 5 orang, berhasil mengalahkan RIDO yang didukung KIM Plus, seperti Kurawa yang terdiri atas 100 orang.
Hanya Ada Satu Kata: Lawan!
Pilkada Jakarta 2024 sesungguhnya merupakan ajang pertarungan lanjutan antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri melawan Prabowo-Jokowi usai Pilpres 2024.
Hal yang sama terjadi di Pilkada Jawa Tangah 2024 di mana PDIP mengusung Andika Perkasa-Hendrar Prihadi melawan Ahmad Luthfi-Taj Yasin yang diusung KIM Plus.
Sayangnya, jagoan PDIP itu kalah melawan Luthfi-Yasin seperti Ganjar Pranowo-Mahfud Md kalah di Jateng melawan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.
Dus, jika nanti Mas Pram-Bang Doel benar-benar menang di Pilkada Jakarta 2024, maka hal itu akan dikapitalisasi oleh PDIP dan Megawati sebagai modal pokok untuk melakukan perlawanan politik secara berkelanjutan melawan Prabowo-Jokowi dan oligarkinya.
Hal itu pernah dilakukan Anies Baswedan saat menjabat Gubernur DKI Jakarta kepada Jokowi, Presiden RI saat itu. Perlawanan politik Anies itu sempat membuat Jokowi kewalahan.
Hasilnya, Anies menjadi capres di Pilpres 2024.
Sayangnya, Anies yang berpasangan dengan Muhaimin Iskandar gagal mengalahkan Prabowo-Gibran yang didukung oligarki.
Nanti, jika Mas Pram-Bang Doel benar-benar memenangkan Pilkada Jakarta 2024, maka keduanya pun diyakini akan merepotkan Prabowo.
Apalagi ketika nanti Anies bergabung dengan jagoan PDIP itu.
Bukan tidak mungkin Pramono akan menjadi lawan tanding Prabowo dan/atau Gibran di Pilpres 2029.
Maka bagi PDIP, partai berlambang Banteng, Megawati dan Mas Pram-Bang Doel, hanya ada satu kata: lawan!
Dan perlawanan itu dimulai dari Jakarta ketika nanti Mas Pram-Bang Doel benar-benar menang!