News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Harapan Systemic Recovery Garuda Indonesia dengan Kepemimpinan yang Baru

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pesawat Garuda indonesia mengangkasa di Bandara Seokarno Hatta, Cengkareng

Oleh : Ahmad Arafat,  Founder & Chairman Forum Dirgantara Muda,  Associate Industri Strategis Gentala Instit

TRIBUNNEWS.COM - Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar Jumat (15 November 2024) seminggu kemarin menghadirkan kejutan tersendiri. Meski telah "bocor" di ranah media akan satu nama yang dirumorkan akan menjadi nahkoda baru Garuda Indonesia - maskapai nasional Merah Putih - namun tetap saja realita dan pemberitaan hasil RUPSLB tersebut menghadirkan kejutan sejenak.

Publik tentu bertanya-tanya: mengapa ex Plt. Dirut (DZ) Lion Air, Capt. Wamildan Tsani digaet dan ditunjuk sebagai nahkoda baru (Direktur Utama) maskapai plat merah berjenama Garuda Indonesia?

Mari kita tidak berandai-andai dan berspekulasi mengenai faktor "who" (siapa dia), namun lebih melihat pada "why" factor, "mengapa", keputusan penting dan penggantian nahkoda ini harus diambil di saat-saat yang penuh momentum transisional ini.

Menurut hemat penulis, setidaknya ada tiga pertimbangan strategis yang mendorong Menteri BUMN melakukan pergantian nahkoda maskapai yang telah berusia-operasi selama 75 tahun ini - waktu yang terhitung sangat panjang untuk terus beroperasi dan mengudara.

Pertama, momentum regenerasi dan transisi pucuk pimpinan BUMN andalan. Seturut pelantikan Presiden Prabowo, pengumuman Kabinet Merah Putih dengan menteri- menterinya, maka penggantian pucuk pimpinan beberapa BUMN strategis pun mengemuka.

Sebelumnya, kita telah melihat Pertamina kini menunjuk Simon Aloysius sebagai suksesor Nicke Widyawati sebagai dirut PT. Pertamina. PLN juga telah merombak jajaran dewan komisaris dan direksinya, meski posisi dirut tidak berubah.

Baca juga: GATF, Garuda Indonesia Travel Festival Kembali Digelar, Tawarkan Lebih dari 500ribu Tiket Murah

Dan juga serangkaian perubahan dan utak-atik formasi komisaris dan direksi di beberapa BUMN lainnya. Maka, tidaklah mengherankan jika kini adalah giliran Garuda Indonesia menggelar suksesinya.

Wujud kehadiran pemerintahan baru di bawah komando Presiden Prabowo ikut membawa nafas baru yang menanti untuk bertiup ke satu demi satu tubuh organisasi dan institusi yang mewakili hajat hidup publik dan memiliki peran strategis secara ekonomi menurut pola korporasi.

Apalagi, Garuda Indonesia selain merupakan flag carrier (maskapai nasional yang merepresentasikan kebanggaan negara di ruang pergaulan dan perhubungan transportasi udara) juga merupakan induk/holding dari beberapa anak perusahaan maupun cucu perusahaannya - menyebut di antaranya adalah GMF AeroAsia sebagai anak perusahaan yang bergerak di bidang MRO (Maintenance, Repair & Overhaul) - yang mengemban misi strategis dalam menjadi "jembatan udara" sekaligus penyedia supporting system dalam mewujudkan misi ini secara efektif dan efisien.

Kedua, penggantian nahkoda Garuda Indonesia dengan figur "baru" yang bahkan berasal dari maskapai pesaing (kompetitor) Garuda, yakni Lion Air (group), menyiratkan dorongan untuk menjalin sinergitas dan upaya gotong-royong dalam mengelola pasar domestik transportasi udara - termasuk di dalam upaya menjaga kedaulatan negara di ruang dirgantara.

Keberadaan operator transportasi udara tidak hanya berfungsi sebagai "penghubung" dan "penyambung" antarpulau di Nusantara, melainkan juga memiliki peran untuk mengkonsolidasikan berbagai stakeholder untuk mengelola potensi dirgantara nasional dari berbagai kepentingan nasional dan pelayanan publik secara terpadu.

Pada awal dekade tahun 2000-an seiring dengan deregulasi dunia penerbangan, pengkondisian tersebut berhasil mendorong lahirnya model bisnis LCC (low cost carrier) airline yang pada gilirannya memberikan banyak opsi bagi masyarakat untuk bepergian dengan pesawat udara dengan harga tiket yang lebih terjangkau dan bersaing.

Kini, masyarakat pengguna transportasi udara masih dipusingkan dengan tingginya harga tiket yang semakin jauh dari jangkauan, dan ketika fenomena ini diadukan ke pemerintah (regulator) maupun operator penerbangan, bukan perubahan positif yang didapatkan namun alasan dan alibi semata.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini