Laporan Reporter Tribunnews Video, Ahmad Sabran
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah perwakilan komunitas dan aktivis penyandang disabilitas mendatangi Kejaksaan Agung, di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (6/3/2015). Mereka menyampaikan petisi kepada Jaksa Agung untuk membatalkan hukuman mati, atau eksekusi terhadap terpidana mati asal Brazil, Rodrigo Gularte.
Mereka menyatakan Rodrigo adalah penyandang disabilitas yakni gangguan jiwa. Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat, Yeni Rosa Damayanti mengatakan, berdasarkan sejumlah bukti medis psikiatrik, Rodrigo telah mengalami gangguan jiwa sejak lama, yakni sejak tahun 1996.
"Namun Rodrigo tetap disidangkan dan divonis hukuman mati. Padahal ia didiagnosa dengan multiple diagnosis dan Skizofrenia Paranoid," kata Yeni. Menurutnya, gangguan jiwa termasuk kategori disabilitas yakni disabilitas mental.
Petisi tersebut berisikan permintaan penghentian hukuman mati bagi Rodrigo Gularte dan melakukan eksaminasi terhadap putusan pengadilan yang memvonis seseorang dengan riwayat gangguan jiwa dengan pidana mati serta memasukkan catatan medis psikiatrik Rodrigo sebagai bahan pertimbangan dan penentuan vonis.
Ketua Advokasi Penyandang Cacat Indonesia, Happy Sebayang mengatakan hal senada. Menurutnya, seorang penyandang disabilitas mental atau gangguan jiwa tidak sepatutnya disidang dan divonis mati.
“Kami serahkan dokumen menyatakan Rodrigo sejak 1996 mengalami gangguan kejiwaan, kondisi dia juga saat ini tidak sepantasnya dieksekusi, kecuali sudah ada pernyataan spesifik sehat dari gangguan kejiwaannya,” ujarnya.
Seperti diketahui, Rodrigo divonis mati karena membawa enam kilogram heroin. Ia divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri (PN) Tangerang dan grasinya pernah ditolak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat itu, dan saat ini akan menghadapi eksekusi mati.