Wilayah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, terutama Pulau Bangka berganti-ganti menjadi daerah taklukan Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
Setelah kapitulasi dengan Belanda, Kepulauan Bangka Belitung menjadi jajahan Inggris sebagai "Duke of Island".
20 Mei 1812 kekuasaan Inggris berakhir setelah konvensi London 13 Agustus 1824, terjadi peralihan kekuasaan daerah jajahan Kepulauan Bangka Belitung antara MH.
Court (Inggris) dengan K. Hcyes (Belanda) di Muntok pada 10 Desember 1816. Kekuasaan Belanda mendapat perlawanan Depati Barin dan putranya Depati Amir yang di kenal sebagai perang Depati Amir (1849-1851).
Kekalahan perang Depati Amir menyebabkan Depati Amir diasingkan ke Desa Air Mata Kupang NTT.
Atas dasar stbl. 565, tanggal 2 Desember 1933 pada tanggal 11 Maret 1933 di bentuk Resindetil Bangka Belitung Onderhoregenheden
yang dipimpin seorang residen Bangka Belitung dengan 6 Onderafdehify yang di pimpin oleh Ast. Residen.
Di Pulau Bangka terdapat 5 Onderafdehify yang akhirnya menjadi 5 Karesidenan sedang di Pulau Belitung terdapat 1 Karesidenan.
Di zaman Jepang, Karesidenan Bangka Belitung di perintah oleh pemerintahan Militer Jepang yang disebut Bangka Beliton Ginseibu.
Setelah Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, oleh Belanda di bentuk Dewan Bangka Sementara
pada 10 Desember 1946 (stbl.1946 No.38) yang selanjutnya resmi menjadi Dewan Bangka yang diketuai oleh Musarif Datuk Bandaharo Leo
yang dilantik Belanda pada 11 November 1947. Dewan Bangka merupakan Lembaga Pemerintahan Otonomi Tinggi. Pada 23 Januari 1948 (stb1.1948 No.123),
Dewan Bangka, Dewan Belitung dan Dewan Riau bergabung dalam Federasi Bangka Belitung dan Riau (FABERI) yang
merupakan suatu bagian dalam Negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Berdasarkan Keputusan Presiden RIS Nomor 141 Tahun 1950
kembali bersatu dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
>