Laporan Wartawan Tribun Bali, I Made Ardhiangga
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Gempuran modernitas dalam persoalan dapur dan makanan membuat konsep dapur dan makanan di Bali, amblas.
Bisa dikatakan, konsep warisan nenek moyang ini hampir punah.
Untuk mengembalikannya, pihak Yayasan Tri Hita Karana membuat Balinese Food Festival.
Ketua Yayasan Tri Hita Karana, I Gusti Ngurah Wisnu Wardana, menyatakan konsep ini merupakan konsep pelestarian alam.
Yang mengembalikan konsep dapur Bali ke zaman sekarang. Konsep dapur itu, disusul pula dengan makanan-makanan khas Bali.
"Ini merupakan konsep pelestarian alam, yang kemudian kami lombakan untuk meraih Mlapo-Mlapi Awards," katanya, Jumat (27/11/2015).
Menurut dia, dalam Mlapo-Mlapi award ini akan ada belasan hotel yang mengikuti.
Pihak hotel menyajikan masakan-masakan khas Bali. Masakan ini akan diuji lengkap dengan konsep dapur yang disajikan.
"Kami merasakan bahwa anak muda lebih doyan dan tahu konsep dapur dan makanannya ke yang modern. Seperti KFC atau lainnya. Padahal, konsep Bali harus terus dijaga," ujarnya.
Dalam konsep makanan sendiri, menyajikan begitu banyak makanan dari Bali.
Singkatnya, ialah makanan-makanan yang terbagi akan tiga jenis, yakni makanan pembuka, pokok dan penutup.
Untuk lomba, akan dinilai dari tiga kategori, yaitu The Best Taste, Presentasion, dan Services.
Jenis makanannya, seperti jaja Balat, es Bulung Rakit dan Las elas.
Dan konsep lainnya juga disajikan dari makanan khas Tanjung Benoa berupa, makanan berbahan dasar rajungan.
Rajjungan yang dipilih ialah yang baru saja ditangkap di laut, kemudian disajikan kepada para penikmat makanan.
"Makanan itu merupakan pawongan. Atau bisa disebut, hubungan sosial masyarakat Bali itu dimulai dari makanan. Mlapo-Mlapi inilah yang kemudian manifestasi dari dewa dapur yang dari dulu sebenarnya sudah tertanam," urainya. (*)