Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yulis Sulistyawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - "Dulu gaji kami hanya Rp 300 ribu per bulan. Alhamdulillah, sekarang digaji sesuai UMR Jakarta. Terima kasih Pak Ahok lanjutkan program PHL ini. Salam untuk Pak Ahok".
Begitulah kegembiraan yang diungkapkan empat pria penggali kubur di Tanah Kusir Jakarta kepada Tribunnews,com.
Keempat pria itu memakai seragam kaus hijau bertuliskan 'Buser Makam' dan 'PHL' yang kepanjangannya Pekerja Harian Lepas.
Penggali kubur ini biasa dipanggil Tim Buser Makam.
Mereka adalah Erwin Kurniawan, Tedi Suhendi, Endang S, dan Uci Sanusi.
Dengan peluh bercucuran, keempatnya tetap bersemangat menggali kuburan, meski saat ditemui Sabtu (28/2/2016) sore itu, mereka telah menggali lima kuburan.
"Sehari kami biasa menggali 5-10 kuburan. Lebaran pun tetap kerja. Kalau ada yang meninggal akan dikubur, ya kami tetap kerja meski harus sampai malam hari gali kuburnya," ujar Erwin memulai kisahnya.
Sambil mengayunkan cangkul menggali kubur, Erwin Kurniawan bercerita, mereka sudah bertahun-tahun menjadi penggali kubur di Tanah Kusir, Jakarta Selatan.
Sebelum Pemprov DKI Jakarta menerapkan sistem kontrak kerja langsung dengan sistem pekerja harian lepas (PHL), mereka dulunya bekerja di bawah perusahaan outsourcing.
"Dulu kami hanya terima dari perusahaan atau yayasan hanya Rp 300 ribu sebulan, lalu naik jadi beberapa ratus ribu. Ya cukup tidak cukup, gaji segitu untuk hidup satu bulan," kisah Erwin.
Tedi Suhendi menambahkan, mereka tetap menjalankan profesi menggali kubur itu lantaran tak ada pekerjaan lain.
Meski digaji hanya ratusan ribu rupiah per bulan, mereka harus setiap saat bekerja. Tidak peduli itu Lebaran, atau hari Minggu maupun tanggal merah.
Uci berkisah, pada Lebaran beberapa waktu lalu, ia hendak salat Idul Fitri lalu bersilaturahmi seperti kebanyakan warga muslim merayakan Lebaran.
Namun tiba-tiba ada perintah dari bosnya bahwa pagi hari pas Lebaran itu akan ada pemakaman.
"Baju koko dilepas, kami langsung ganti baju,ambil cangkul lalu gali kubur. Jadi lebarannya di kuburan," kisah Uci.
Beruntung, belum lama ini Pemprov DKI Jakarta menghapus sistem outsourcing.
Di bawah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, sistem outsourcing dihapus menjadi kontrak kerja dengan sebutan pegawai harian lepas (PHL).
Mereka menyebut dirinya dengan pasukan hijau karena seragamnya warna hijau.
Jumlah pasukan hijau di seluruh penjuru DKI diperkirakan seribuan orang. Mereka bekerja di Dinas Pertamanan, termasuk penggali kubur.
Selain Pasukan Hijau, Pemprov DKI Jakarta juga memiliki Pasukan Oranye atau Petugas Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) yang tugasnya membersihkan saluran air.
Jumlahnya diprediksi juga ribuan orang karena tersebar dari tingkat Kelurahan dan Kecamatan seluruh DKI Jakarta.
"Jadi sekarang kami kontraknya dengan Pemprov DKI Jakarta. Kami di bawah Dinas Pemakaman," ujar Uci yang merasa bangga menjadi PHL Pemprov DKI Jakarta.
Menurut Erwin, pekerja harian lepas yang bekerja di Tanah Kusir berkisar 80 orang.
Ada yang bertugas menjadi penggali kubur, kebersihan makam dan menjaga taman.
Saat ditanya apakah gajinya sekarang sudah sesuai yang dijanjikan Ahok yakni UMR DKI Jakarta sebesar Rp 3,1 juta, mereka membenarkan.
Hanya saja, pada Januari dan Februari ini, gaji mereka telat dibayarkan.
"Akhir bulan baru dibayarkan. Kami harapkan agar awal bulan bisa dibayarkan sehingga kami bisa pergunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari," pinta keempatnya kompak. (*)