Laporan Wartawan Tribun Jogja, Hendra Krisdianto
TRIBUNNEWS.COM, BANTUL - Burung emprit selama ini hanya dianggap hama oleh petani. Keberadaan burung yang selalu berkelompok ini sangat mengganggu karena memakan bulir-bulir padi. Jika dibiarkan, maka hasil panen pun bisa turun.
Tetapi di tangan Dani Iswanto (29), burung bertubuh mungil ini mampu menjadi hidangan yang lezat.
Sejak delapan tahun yang lalu pria yang akrab disapa Dani tersebut membuka warung makan di Dusun Glondong, Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan menjadikan burung emprit dan codot (kelelawar) sebagai menu andalannya.
Ide awal untuk menjajakan dua makanan yang cukup ekstrem tersebut berawal dari kebiasaan Dani berburu.
"Dulu jika mendapatkan hasil buruan dimasak dan dimakan sendiri, ternyata rasanya enak. Lantas saya mencoba membuka warung makan yang menjual emprit dan codot," ujarnya saat ditemui di warungnya.
Emprit maupun codot diolah menjadi dua macam jenis masakan, yakni tongseng dan digoreng kering. Sebelum dimasak dan disajikan kepada pelanggan emprit dibersihkan dari bulunya kemudian dikukus.
Sedangkan untuk codot, setelah disembelih kemudian direbus agar mudah membersihkan bulunya. Jadi sebelum digoreng maupun dimasak tongseng kedua jenis daging tersebut telah matang.
Oleh karena itu, bagi anda yang beru pertama kali mencicipi olahan emprit jangan heran jika ukuranya kecil-kecil.
Meskipun ukurannya mini, tetapi soal rasa boleh diadu dengan unggas lainnya. Rasa daging emprit cukup gurih. Karena ukuranya yang kecil, anda tidak perlu repot memisahkan daging dan tulangnya, karena bisa disantap suluruhnya.
Saat dimasak tongseng, daging emprit yang sudah gurih berpadu pas dengan beragam bumbu rempah tongseng yang terdiri dari bawang putih, merica, ketumbar dan bawang merah serta sedikit kecap. Menu satu ini cocok dikonsumsi dengan nasi hangat dan lalapan kobis, timun, dan tomat.
Selain itu, emprit gorengnya juga tidak kalah gurih. Daging emprit yang sebelumnya telah matang dimasukan ke dalam bumbu bawang dan garam. Kemudian digoreng hingga kering. Rasa durih dan renyah akan anda rasakan saat mencicipinya.
Proses dan bumbu yang sama juga digunakan untuk mengolah codot. Rasa daging codot juga tidak kalah gurih dari pada emprit.
Selain rasanya yang lezat, kedua menu ini banyak diburu masyarakat karena beragam khasiatnya. Diungkapkan Dani, codot dikenal ampuh menyembuhkan penyakit asma.
"Banyak pelanggan saya yang mencari codot untuk obat asma, dan banyak yang cocok," ungkapnya.
Selain mampu mengobati asma, menurut Dani, hewan pemakan buah ini juga mampu menaikan kadar HB pada darah. Selain itu emprit juga dipercaya mampu mengatasi kolesterol.
Nurhadi, salah satu pelanggan warung makan ini meyatakan dia adalah orang yang merasakan manfaat mengkonsumsi codot.
"Dulu cucu saya saat berumur empat tahun divonis asma. Saat itu karena merasa kasihan melihatnya harus terapi tiap hari, maka saya ajak makan codot disini. 10 hari berturut-turut makan codot, akhirnya sembuh," ujar Nurhadi.
Sejak saat itu Nurhadi menjadi pelanggan setia warung makan milik Dani tersebut. Selain manfaatnya, ia juga ketagihan menyantap rasanya yang lezat.
Karena cukup banyak peminatnya, dalam dua hari warung makan ini mampu menghabiskan sekitar 300 ekor codot. Sedang untuk emprit jumlahnya bisa mencapai 500 ekor.
Emprit sendiri didapatkan Dani dari para pemburu yang menangkapnya menggunakan jaring di kawasan Bantul. Sedang untuk codot, harus didatangakan dari daerah Kebumen.
Di warung makan yang setiap harinya buka dari pukul 16.00 hingga 21.00 tersebut juga menyediakan landak, bajing/ tupai, dan biawak. Tetapi ketiga jenis binatang ini tidak setiap hari ada. Untuk bajing, hanya bisa ditemui para pelanggan setiap hari Minggu.
Meskipun memiliki rasa yang lezat dan kaya manfaat, tetapi emprit dan codot harganya cukup terjangkau.
Seporsi olahan emprit (baik tongseng maupun goreng) yang berisikan 10 ekor dapat anda nikmati dengan harga Rp.12 ribu. Dan untuk codot, harga per ekornya Rp.10 ribu.