Laporan Wartawan Banjarmasin Post, Reni Kurniawati
TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN - Virus flu burung yang mengakibatkan matinya ribuan unggas secara mendadak di Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan pada 2014, membuat para peternak trauma.
Mereka mengalami kerugian sangat besar sehingga takut untuk kembali berternak. Ayar, warga Desa Jumba, tak memungkiri masih dihantui ketakuan tersebut.
Namun, ia tak punya banyak pilihan selain meneruskan usaha ternak itik yang telah dibangunnya puluhan tahun.
Untuk itu, ia mencari informasi mengenai unggas yang tahan terhadap penyakit, terutama terhadap virus flu burung.
Ia kemudian menjatuhkan pilihan untuk menernakkan bebek jenis peking. Ribuan bebek peking yang dipelihara Ayar, diberi makan Bama yang dicampur gabuk atau dedak. Dalam seminggu Ayar biasa menjual sekitar 200 ekor bebek Peking.
"Sekarang banyak yang berganti memelihara bebek Peking karena lebih tahan terhadap penyakit, harganya pun hampir sama, sedangkan pertumbuhannya lebih cepat," ungkapnya.
Dulu, saat flu burung melanda, Ayar memelihara itik alabio. Ia menuturkan butuh waktu sekitar 3 bulan berternak baru bisa dijual.
Sedangkan, terang Ayar, untuk bebek peking, usia tujuh hingga delapan minggu sudah bisa dijual. Selain pembeli lokal, bebek milik Ayar juga dibeli dan dipasarkan ke Banjarmasin dan Samarinda.
Namun, Ayar bukan tanpa masalah saat beternak bebek peking. Dua bulan lalu, lanjutnya, sekitar seratus bebek mati.
Menurut Ayar, kematian bebeknya bukan karena flu burung. Sebab, ada tanda-tanda bengkak di bagian wajah bebek. Bebek juga tidak mau makan. Sampai akhirnya dua hari kemudian bebek tersebut mati.
"Kalau flu burung tidak ada tanda apa-apa langsung mati," ungkapnya.
Hingga saat ini masih belum jelas penyakit apa yang menyerang bebek peking di usia satu hingga tiga minggu itu. Untuk menghindari hal itu, Ayar memberi minum bebeknya dengan wadah yang lebih besar.
Kepala bidang bidang usaha ternak dan pengolahan hasil Dinas Perikanan dan peternakan HSU, Misdi mengatakan hingga saat ini belum ada laporan adanya unggas yang mati mendadak.
Pasalnya, beberapa tindakan pencegahan telah dilakukan, serta terus memberikan informasi yang tepat kepada peternak.
Informasi adanya dugaan flu burung di daerah lain juga telah diterima Misdi. Beberapa hari lalu pihaknya sempat melakukan pengecekan langsung kepada peternak dan tidak menemukan kasus serupa.
Penyebaran virus biasanya lebih rentan terjadi pada penetasan itik. Desa Mamar salah satu pusat peternakan itik, juga telah disambanginya untuk melakukan tindakan pencegahan.
Peternak diminta melakukan penyemprotan untuk menghilangkan virus yang ada.
Ia juga menyarankan supaya hanya pengurus ternak yang dibolehkan masuk kandang.
Jika terlalu banyak yang kontak langsung dengan itik, dikhawatirkan bisa menyebabkan itik tertular penyakit," ujarnya.(*)