Laporan Wartawan Banjarmasin Post, Hanan
TRIBUNNEWS.COM, BARABAI - Kuliner tradisional laksa, cukup dikenal masyarakat Kalimantan Selatan. Khususnya di Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Namun, antar daerah beda cita rasa, beda pula cara membuat dan menyajikannya.
Adalah Arbayah (60), warga Jalan Surapati, Barabai ini salah satu pembuat laksa.
Sudah puluhan tahun dia mencari nafkah, sekaligus melestarikan makanan ini, dengan berjualan laksa.
Cita rasa laksa buatan Arbayah, begitu digemari masyarakat HST.
Tak heran meski tak lagi berjualan di Pasar Pujasera Barabai, pelanggan tetap memburu makanan terbuat dari tepung beras berkuah santan dengan lauk ikan gabus tersebut. Arbayah kini berjualan di depan rumahnya.
Penjual laksa di Barabai, pantauan BPost, cukup langka.
Terhitung, di Pasar Pujasera (eks terminal lama) hanya ada satu pedagang.
Selanjutnya di tempat Arbayah dan di Kecamatan Batu Benawa Pagat, seberang asrama Polisi.
BPost pun melihat proses pembuatan laksa di rumah Arbayah, beberapa waktu lalu.
Menariknya, mulai dari peralatan, hingga cara memasaknya masih menggunakan alat tradisional dan dibuat secara manual.
Tiap hari, Arbayah mencetak tiga sampai enam kilogram laksa.
Usai dicetak, laksa kemudian dikukus hingga dua jam di dalam panci kukus, beralas daun pisang.
Memasaknya pun dilakukan Arbayah yang dibantu anak dan ibunya di atas tungku berbahan kayu bakar.
Sambil mengukus, dia memasak kuah santan kelapa yang sudah diberi bumbu, dengan tambahan sayur pepaya muda dan labu kuning.
Juga memasak lauk berupa telur, haruan (sekarang diganti toman), tahu dan tempe dalam bumbu merah cabai.
Arbayah melakukan pembuatan laksa itu setiap hari, dengan persiapan sejak pukul 11. 00 Wita.
Dia membuat laksa sejak tahun 1950, bersama kedua orangtuanya, setelah neneknya meninggal dunia.
“Peralatan yang digunakan ini, semua peninggalan nenek. Dulu nenek juga terkenal sebagai pembuat laksa,” tuturnya.
Adapun ciri khas laksa buata Arbayah, selain terbuat dari beras siam unus yang halus, juga kuah santannya yang gurih.
Itu karena dia mencampurnya dengan ikan gabus yang diblender, hingga menyatu dengan santan.
Kemudian, disajikan dengan sayur pepaya muda dan labu, ditambah lauk gabus atau toman.
Bisa pula ditambah tempe dan tahu bumbu merah cabai, plus sambel acan (terasi). Harga per porsinya pun cukup terjangkau antara Rp 10 ribu sampai Rp 15 ribu, tergantung porsi dan lauknya.
Kini, Arbayah tak lagi berjualan di pasar, dengan alasan kondisi fisiknya yang sudah menurun.
Namun, dia tetap semangat berjualan di depan rumah, karena pelanggan tetap loyal mendatangi warungnya.
Selain berjualan, dia juga menerima pesanan untuk pesta pernikahan, syukuran serta maulidan.
Arbayah menyatakan akan terus membuat laksa, tak hanya karena mencari nafkah.
Lebih dari itu, ingin melestarikan kuliner dengan rasa gurih tersebut.
Apalagi, anak-anaknya tak ada yang minat membuat laksa tersebut, sehingga tak ada regenerasi. Minat mencicipi kuliner lezat ini? (*)