TRIBUNNEWS.COM -- Rasanya sulit membayangkan seorang wanita dapat hidup tanpa vagina dan rahim. Namun, pada kenyataannya, hal itulah yang dialami Joanna Giannouli, seorang wanita asal Yunani yang terlahir tanpa vagina dan rahim hingga harus dibuatkan vagina buatan agar bisa berhubungan seks.
Lewat sebuah surat terbuka, Joanna Giannouli mencurahkan isi hati tentang bagaimana hidup dengan sebuah sindrom yang menimpa sekitar satu dari 5.000 perempuan.
Berikut ini penuturannya.
***
Ketika pertama kali ke dokter dan mendapatkan kejelasan kondisi saya dari dokter, raut wajah ayah saya terlihat tegar. Namun, tidak begitu dengan ibu saya. Dia tidak bisa menerimanya dengan baik.
Ibu saya menyalahkan dirinya sendiri selama 10 tahun terakhir. Rasanya benar-benar menyedihkan melihat dia seperti itu.
Kami tidak terlalu sering membicarakannya dalam lima tahun pertama. Saya tidak mampu untuk membicarakannya. Saya merasa hancur dan sangat lemah.
Ibu saya meyakini bahwa dia mungkin telah melakukan hal-hal yang salah selama masa kehamilan dulu. Saya sudah meyakinkannya, dia tidak melakukan sesuatu yang salah, itu hanyalah faktor gen.
Ini keadaan yang menjadi stigma. Hal yang paling menyakitkan adalah ketika saya ditinggalkan mantan kekasih saya saat ia mengetahui kondisi saya.
Saya pernah bertunangan saat saya masih berusia 21 tahun dan tinggal di Athena, ibu kota Yunani. Ketika saya mengatakan kepada tunangan saya tentang kondisi saya, dia memutuskan pertunangan kami.
Namun, semua itu adalah masa lalu. Sekarang saya baik-baik saja.
Selama lima tahun terakhir, syukurlah, saya memiliki hubungan yang kokoh dan penuh cinta kasih dengan seorang pria.
Dia mengetahui dari awal bahwa saya memiliki kondisi seperti ini. Dia memilih untuk tinggal dengan saya.