Laporan Wartawan Tribun Lampung, Yoga Noldy Perdana
TRIBUNNEWS.COM, BANDAR LAMPUNG - Di sore yang cerah, saat umat muslim masih menunggu bedug magrib, tampak sekelompok orang menari di area Pasar Seni Enggal, Lampung.
Dalam balutan busana warna hitam dan selendang kuning mereka bergerak liar mengikuti irama musik tradisional.
Wajah mereka menggunakan topeng. Mereka adalah anggota Sanggar Seni Sangsaka.
Sejak 1996, Sanggar Seni Sangsaka hingga kini konsisten memajukan dunia seni tari di Lampung.
Di sanggar ini anggotanya diajarkan beragam tarian tradisi maupun non tradisi dari berbagai daerah. Misalnya, Melinting, Sigeh Pengunten, dan Bedana.
Para anggotanya pun beragam. Mulai siswa taman kanak-kanak, pelajar, mahasiswa, bahkan karyawan perusahaan.
Kemas A Helmi mengatakan, sanggar yang dipimpinnya itu punya tiga hal sebagai konsep yang tak bisa dipisahkan, yakni tari, musik, dan seni rupa.
Seperti tarian, otomatis membutuhkan musik sebagai pengiring. Kemudian sebuah tarian membutuhkan properti seperti topeng atau kipas yang kemudian disebut sebagai seni rupa.
“Tiga hal ini saling melengkapi di seni pertunjukan tari. Jadi, di sini anggota bisa berlatih tari, alat musik, dan seni rupa,” ujarnya.
Saat ini, jumlah anggota sanggar tersebut ada 60 orang. Mereka berlatih setiap Rabu, Jumat, Minggu sore.
Para anggota di Sanggar ini, memang dituntut untuk menjadi seorang seniman yang berkualitas baik, sekaligus sebagai upaya untuk melestarikan kebudayaan yang ada di Lampung.(*)