TRIBUNNEWS.COM - Setelan batik bermotif bunga dan daun warna kuning merah, dengan dasar hitam pas bertemu dengan celana dan sepatu hitamnya. Pidato di mimbar Balairung, Gedung Sapta Pesona, Kemenpar Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta sangat meyakinkan. Ratusan pasang mata menatap penuh perhatian pada penampilan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf itu.
"Bekraf ini adalah Anak Angkatnya Kemenpar! Kami dengan 16 sub industri kreatif ini komit untuk mendukung Kemenpar dalam memajukan pariwisata Indonesia. Karena itulah kami hadir mendukung Sayembara Arsitektur Nusantara untuk homestay ini bersama Kemenpar," jelas Triawan Munaf yang mantan musisi, pengusaha, politisi dan resmi dilantik Presiden Joko Widodo, 26 Januari 2015 itu.
Bahkan, Triawan yang lahir di Bandung 28 November 1958 itu masih ada tugas yang sedang dikerjakan untuk Kemenpar. Yakni lomba lagu 10 Top Destinasi Prioritas, yang betul-betul dirancang untuk membangun jatidiri dan karakter daerah. Bukan sekedar lagu jingle untuk promosi saja.
"Itu tugas Pak Menpar yang akan segera kami tuntaskan untuk mensupport Pariwisata Indonesia," katanya.
Badan Ekonomi Kreatif adalah lembaga negara baru yang dulunya merupakan bagian dari Kemenparekraf. Sempat dipimpin Arief Yahya selama tiga bulan. Dia mengucapkan selamat atas 30 pemenang lomba berhadiah Rp 1 M itu.
"Pak Presiden Joko Widodo sudah menyampaikan di mana-mana bahwa pariwisata adalah masa depan perekonomian bangsa kita," tegasnya.
Triawan yang mantan personel Giant Step yang beraliran progressive rock tahun 70-an dan bermain di keyboardist itu mempertegas bahwa ke depan pariwisata adalah core ekonomi Indonesia. Inline dengan statemen yang disampaikan Menpar Arief Yahya, hanya pariwisata yang akan membawa bangsa Indonesia mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
"Kami berkomitmen untuk membantu pariwisata Indonesia," ucap ayah kandung Virania Munaf, penyanyi Sherina Munaf, dan Mayzura Munaf itu.
Bagi Kemenpar, komitmen Kabekraf itu sangat bermakna, karena industri kreatif itu berimpitan dengan industri pariwisata. Arief Yahya pernah menulis buku C2C, Creativity to Commerce, yang banyak bercerita tentang DiCo atau Digital Company.
"Creative Industries itu ada dua kategori, yang masih berupa creative value dan sudah punya modal commercial value. Nah, yang masih creative value itu wilayah Bekraf untuk menginkubasi, mendidik sampai siap terjun di pasar bebas. Setelah punya commercial value, sudah siap berkompetisi baru dipromosikan di Kemenpar," kata Arief Yahya.
Semacam start up company, perusahaan yang baru, harus dibina di Bekraf. Karena 95% start up company itu gagal, hanya 5% saja yang sukses.
"Ini bukan statemen saya saja, ini juga kesimpulan Shikhar Gosh, Harvard Business School. Dari 20 start up, hanya 1 yang sukses. Karena itu mereka harus punya strategi besar untuk memenangkan persaingan, yang sering saya sebut dengan 3C. Comparative Strategy, Competitive Strategy dan Collaborative Strategy," kata Arief Yahya yang Mantan Dirut PT Telkom itu.
Competitive itu melihat dan membedah nilai keunggulan kita, dari proses creating, choosing, costumizing, channeling sampai commercing. Posisinya berada di mana, sudah siap dikomepetisikan atau brlum? Kedua Comparative, bagaimana dengan para pesaing? Lalu Cooperative atau Collaborative, bergabungkan dengan pemenang, atau joint the winner.
"Kalau dalam satu tim sepak bola itu, kan tidak semuanya harus menjadi striker? Kalau sudah ada Messi dan Rinaldo, mengapa kita harus beradu hebat dengan dia sebagai penyerang dan pencetak gol? Kan bisa jadi playmaker di tengah, libero dan stopper di belakang dan kiper penjaga gawang? Tidak harus berebut di posisi striker yang kita menjadi tidak kompetitif," jelasnya.
Menpar Arief Yahya pun mengucapkan terima kasih atas support dan dukungan Bekraf dalam menata destinasi. "Tentu ke depan kami masih akan ada banyak hal yang butuh dukungan penuh," ungkap Arief Yahya.