Laporan Wartawan Tribunnews.com, Deodatus Pradipto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - "Saya ingin orang lain melihat kami bisa melakukan segalanya, termasuk menari."
Demikian penuturan Isro, seorang penari tuli yang akan membawakan tarian CANdoDANCE pada 23 September 2017 mendatang di Jakarta, kepada Tribunnews.com saat ditemui di sela-sela latihan di sebuah studio tari di bilangan Jakarta Selatan, Minggu (23/7).
Perempuan bernama lengkap Isro'Ayu Permata Sari itu merupakan satu dari lima penari tuli yang terpilih dalam tarian yang diusung kelompok tari Candoco Dance Company dari Inggris. Tak hanya tuli, mereka juga bisu, meski beberapa di antaranya masih bisa berbicara, namun tidak jelas.
Selain Isro ada ada empat orang penari tuli lainnya. Mereka bekerjasama dengan penari lain yang bisa mendengar untuk membawakan tarian balet kontemporer.
"Sejak lama saya ingin jadi penari. Kedua, saya ingin orang tuli juga bisa seperti orang dengar. Ketiga, ingin semua orang dengar maupun orang tuli yang masih tertutup bisa terbuka," tutur Isro terbata-bata mengungkapkan tujuannya mengikuti tarian ini.
Saat berlatih tari, Isro tidak menggunakan alat bantu dengar. Oleh karena itu, Isro dan teman-temannya meminta kepada pelatih tari untuk memutar lagu sekeras mungkin. Sebagai gambaran, getaran suara yang keluar dari pelantang suara terasa di vinnyl atau karpet tari di studio.
"Mereka yang minta kepada saya seperti itu. Saya tidak tahu mengapa demikian, mungkin ada getaran yang memang mereka bisa rasakan. Padahal, kalau dalam setiap latihan tari, suara yang berisik sebenarnya mengganggu," ujar Kojack, pelatih tari yang melatih Isro, dkk.
Keterbatasan Isro dan penari tuli lainnya membuat Kojack harus beradaptasi. Dalam menyampaikan instruksi, Kojack harus menggerakkan bibirnya secara jelas. Hal ini memudahkan para penari tuli dalam menangkap instruksi lewat gerakan bibir.
Tak hanya lewat gerakan bibir, Kojack juga mau tidak mau harus belajar bahasa isyarat. Jika tidak tahu bahasa isyarat suatu kosakata, dia akan memberitahu penari difabel lain untuk diteruskan kepada penari difabel yang tidak memahami instruksinya.
"Tantangannya adalah menjelaskan materi ke mereka, kalau ada mereka yang tidak jelas, saya harus menjelaskan lagi. Mereka tidak mendengar, jadi mereka harus melihat gerakan bibir. Misalnya kalau kita mau bilang harus saling percaya, kalau mereka tidak tahu, saya tanya ke salah satu bagaimana bahasa isyarat saling percaya. Jadi saya juga harus belajar dari mereka," tutur Kojack yang mengaku baru kali ini mendapat kesempatan melatih penari tuli.
Proses tari CANdoDANCE dimulai lewat audisi untuk mendapatkan 14 penari yang terdiri dari enam penari difabel bisu-tuli dan delapan penari nondifabel. Mereka berasal dari berbagai kiblat di dunia tari. Dari tari tradisional, balet klasik, tari kontemporer, hip hop, bahkan K-Pop Dance.
Latar belakang kehidupan mereka juga beranekaragam. Beberapa di antara mereka bukan penari profesional. Ada yang karyawan, perancang grafis, pemain pantomim, mahasiswa, dan penjaga warung. Meski berbeda, mereka sama-sama ingin terus berkarya melampaui keterbatasan diri.
Tari CANdoDANCE akan tampil pada ajang Gala Balet Indonesia II. Acara ini diselenggarakan Ballet ID bekerjasama dengan British Council. Ballet ID didampingi oleh Tanja Erhart dan Mirjam Gurtner, penari-penari dari Candoco Dance Company. Tahun ini Gala Balet Indonesia mengangkat tema An Inclusive Dance Event.
"Saya tidak pernah menari bersama penari difabel dan kerap mempertanyakan diri sendiri apakah saya mampu melakukannya atau tidak. Awalnya saya merasa tidak mampu mengajar tari teman-teman kita yang difabel," ujar Mariska Febriyani, seorang pendiri Ballet ID.
Lewat tari CANdoDance, para penari tuli tidak hanya mendapatkan kesempatan unjuk kemampuan. Keterbatasan mereka juga jadi pelajaran berharga bagi penari nondifabel, Kojack, dan Ballet ID.
"Saya ingin dapat pengalaman menari dengan orang dengar, belajar bagaimana caranya beradaptasi, serta cara berkomunikasi dengan orang dengar," kata Hasna lewat bahasa isyarat kepada temannya.
"Saya baru tahu mereka ingin dipandang normal. Selama ini banyak orang memandang mereka tidak normal. Mereka sebenarnya normal, namun tidak bisa mendengar. Mereka bilang ke saya untuk tidak dipandang tidak normal. Sebenarnya mereka tersinggung kalau dianggap tidak normal," ujar Kojack.
Mariska menuturkan pengalaman bersama penari-penari difabel juga jadi pengalaman bagi Ballet ID. Mereka jadi belajar cara memfasilitasi mereka apa saja yang mereka butuhkan. Misalnya, penerjemah bahasa isyarat.
"Sebenarnya kami jadi sama-sama belajar. Saya awalnya bingung menyebut mereka tuli atau tunarungu. Mereka justru lebih memilih disebut tuli daripada tuna rungu," tutur Mariska yang pernah menampilkan karya seni panggung seniman difabel internasional di Inggris.
Gala Balet Indonesia II: An Inclusive Dance Event tak hanya menampilkan tarian CANdoDANCE. Ajang ini juga akan menampilkan penari-penari internasional difabel dan nondifabel dari negara-negara seperti Australia, Prancis, Korea Selatan, dan Italia.
Gala Balet Indonesia II: An Inclusive Dance Event digelar di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada 23 September 2017.
Pertunjukan digelar dua kali, siang dan malam. Penjualan tiket early bird dibuka mulai 10 Juli 2017 sampai Rabu 10 Agustus 2017 lewat www.loket.com.