Bea Cukai Sampaikan Hasil Program Anti Splitting. Ini Isinya
kebijakan ini ditempuh untuk menciptakan level playing field antara hasil produksi dalam negeri.
Editor: Content Writer
Dalam rangka menjalankan arahan presiden untuk lebih mendorong penggunaan produk dalam negeri agar pertumbuhan industri dalam negeri terus meningkat maka Pemerintah melalui Bea Cukai telah melakukan penyesuaian nilai pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) atas barang kiriman lewat e-commerce, dari sebelumnya USD 100 menjadi USD 75 per orang per hari yang mulai berlaku sejak Oktober 2018.
Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi mengungkapkan kebijakan ini ditempuh untuk menciptakan level playing field antara hasil produksi dalam negeri yang berasal dari Industri Kecil Menengah (IKM) yang membayar pajak dengan produk impor yang marak beredar di pasaran.
“Mengingat barang impor melalui barang kiriman atau impor distributor melalui kargo umum yang masih banyak beredar di pasaran, maka penurunan nilai pembebasan ini dianggap perlu untuk melindungi dan mendorong penggunaan produk dalam negeri,” ungkap Heru.
Seiring dengan itu Bea Cukai juga telah mengimplementasikan program anti-splitting barang kiriman untuk memberantas modus pemecahan nilai barang kiriman. Heru mengungkapkan bahwa, “pada peraturan sebelumnya, terdapat beberapa oknum pedagang yang memanfaatkan de minimis value dengan cara memecah barang kiriman menjadi beberapa pengiriman dan di bawah de minimis value dalam hari yang sama yang jumlahnya sangat ekstrim yaitu mencapai 400 kiriman dalam satu hari oleh penerima yang sama. Oleh karena itu, Bea Cukai memandang perlu untuk melakukan pembatasan per hari per orang penerima barang kiriman,” ujar Heru.
Sejak bulan Oktober 2018, Bea Cukai telah menerapkan aturan nilai pembebasan barang kiriman yang baru melalui PMK-112/PMK.04/2018. Berdasarkan data importasi barang kiriman sejak 10 Oktober 2018, terdapat sekitar 72.592 Consignment Notes (CN) yang terjaring sistem anti-splitting sehingga berhasil menyelamatkan penerimaan bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebesar kurang lebih Rp4 miliar.
Data Bea Cukai juga menunjukkan bahwa nilai barang impor e-commerce melalui barang kiriman naik sekitar 19,03% dibanding tahun sebelumnya.
Hingga November 2018, nilainya telah mencapai USD 448,4 juta dengan jumlah dokumen sebanyak 13,8 juta dokumen.
Untuk mendukung penegakan perubahan aturan ini, Bea Cukai juga telah menerapkan smart system berupa sistem validasi dan verifikasi anti-splitting dalam aplikasi impor barang kiriman dengan menggunakan algoritma khusus similarity pada nama dan alamat penerima barang yang tercantum dalam dokumen pengiriman barang.
Sistem komputer pelayanan akan mengenali secara otomatis nama-nama penerima barang yang mencoba memanfaatkan celah pembebasan bea masuk dan pajak impor.
Masih dalam rangkaian pembangunan smart customs and excise system, pada kesempatan yang sama Heru menyampaikan juga rencana pengimplementasian pengiriman dokumen secara online atau penggunaan Pertukaran Data Elektronik via internet (PDE internet) secara penuh di seluruh kantor pengawasan dan pelayanan Bea Cukai awal tahun 2019.
Penggunaan PDE internet ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan efisiensi biaya, mempercepat proses bisnis, menciptakan equal treatment pada pengguna aplikasi ekspor, impor serta manifes, dan memiliki cakupan sistem lebih luas sehingga waktu dan tempat tidak terbatas untuk melakukan pengiriman data.
Perlu diketahui, sejak tahun 2016 Bea Cukai telah mulai melakukan pengembangan sistem PDE melalui internet yang mampu memfasilitasi pertukaran data antara pengguna jasa kepabeanan dengan DJBC di seluruh wilayah Indonesia.
Di tahap awal penerapan PDE internet, Bea Cukai telah melakukan implementasi untuk proses dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) di 70 kantor pelayanan, sementara untuk dokumen Manifes pada 83 kantor pelayanan.
Bea Cukai berencana akan melanjutkan penerapan PDE Internet secara penuh terhadap 13 kantor pelayanan pada tahun 2019.
Dalam rangka penerapan tersebut, maka secara bertahap sejak bulan Agustus 2018 telah dilaksanakan beberapa kegiatan antara lain sosialisasi dan pelatihan instalasi kepada para pegawai, pengguna jasa termasuk perusahaan dan asosiasi, importir, eksportir dan perusahaan pengurusan jasa kepabeanan, serta sosialisasi dan evaluasi implementasi PDE internet PIB dan PEB di 13 kantor pelayanan dan 5 kantor pelayanan pendukung.
Mengingat manfaat PDE internet yang sangat besar bagi pengguna jasa maka Bea Cukai berharap pengguna jasa untuk dapat mendukung pelaksanaan implementasi PDE internet ini secara keseluruhan dengan memperhatikan beberapa hal di antaranya menyediakan layanan internet dengan bandwidth yang memadai untuk mendukung kelancaran pertukaran data, serta mencegah komputer yang digunakan perusahaan terjangkit virus agar potensi perlambatan proses dapat diminimalisir.
Dalam hal terjadi kendala atau permasalahan dengan pelaksanaan PDE internet ini, pengguna jasa dapat langsung menghubungi Contact Center Bravo Bea Cukai 1500225, atau helpdesk Bea Cukai dan grup sosial media pada masing-masing kantor pengawasan dan pelayanan Bea Cukai.
Heru menegaskan bahwa dalam menyusun perubahan aturan dan pengimplementasian kebijakan Bea Cukai telah melibatkan berbagai pihak untuk menciptakan peraturan yang inklusif serta menjunjung tinggi keadilan dalam berusaha.
“Setiap kebijakan yang ada telah mempertimbangkan berbagai masukan dari para pelaku usaha, asosiasi, dan masyarakat, dan ini merupakan upaya nyata Bea Cukai dalam rangka mendorong terciptanya proses bisnis yang bersih, transparan, dan efisien bagi para pelaku usaha,” pungkas Heru. (*)