Miliki Peran Krusial, Ini Kontribusi Bea Cukai pada Penerimaan Negara dan Pengawasan Perdagangan
Berhasil memperoleh apresiasi banyak pihak, Bea Cukai memiliki peran dan kontribusi krusial terhadap penerimaan negara dan pengawasan perdagangan
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Di tengah gejolak perekonomian global dan sejumlah tantangan yang terjadi, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) masih menjadi instrumen penting perekonomian nasional.
Kinerja APBN yang on the track sendiri, didukung dari perpajakan yang menyumbang sekitar 80 persen penerimaan negara, di antaranya penerimaan cukai dan kepabeanan. Banyak pihak mengapresiasi kinerja Bea Cukai dan mengingatkan krusialnya peran institusi ini terhadap perekonomian negara.
Dalam kontribusinya terhadap penerimaan negara, hingga triwulan I-2024, Bea Cukai telah mengumpulkan Rp69 triliun atau 21,5 persen dari target. Secara total, pendapatan negara telah terkumpul Rp620,01 triliun atau sebesar 22,1 persen dari target.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengungkapkan bahwa Bea Cukai memiliki peran krusial dalam perekonomian Indonesia.
"Bea Cukai tidak hanya memiliki fungsi sebagai salah satu instansi yang mengumpulkan penerimaan yang vital bagi negara dan APBN. Tapi disisi lain dalam hal lalu lintas perdagangan kaitannya dengan aktivitas perdagangan. Di sinilah titik krusialnya Bea Cukai," ungkap Faisal.
Baca juga: Disembunyikan Dalam Dompet, Bea Cukai Jayapura Sita 2 Butir Amunisi di Perbatasan Indonesia-PNG
Tugas utama Bea Cukai tidak hanya sebagai revenue collector, tetapi juga sebagai community protector yang melindungi masyarakat Indonesia dari ancaman barang terlarang dan yang dibatasi impornya.
Selain itu, Bea Cukai juga memiliki fungsi sebagai trade facilitator dan industrial assistance yang mengemban peran penting dalam memfasilitasi industri dan perdagangan dalam negeri.
Faisal mengatakan, volume lalu lintas barang keluar dan masuk teritorial negara ini begitu besar dan melibatkan uang yang begitu besar.
"Oleh karena itu, governance atau tata kelola dalam Bea Cukai adalah hal yang penting. Jika tata kelolanya baik, maka dari sisi pemasukan atau penerimaan negara dan pengaturan dalam hal perdagangan ekspor impor kontrol terhadap barang juga jadi maksimal. Termasuk kontrol terhadap barang-barang yang ilegal," tutur Faisal. Tapi sebaliknya, jika tidak, maka sisi aturan yang mengatur keluar masuk barang dari negara lain juga tidak efektif.
"Itu berpengaruh juga dan bisa merambat ke efek perekonomian dalam negeri, baik konsumen kepada produsen, industri manufaktur juga terimbas. Di sini titik kritis peran penting Bea Cukai," ujarnya.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad menyebutkan, kinerja Bea Cukai dari sisi penerimaan negara setiap tahun selalu sejalan dengan target. Di 2021 pendapatan kepabeanan dan cukai mencapai Rp269 triliun, tumbuh 26,23 persen year on year (yoy) atau sebesar 125,1 persen dari target.
Baca juga: Kinerja Bea Cukai Jadi Sorotan, Pengamat Intelijen dan Keamanan Nasional: Perbaikan Harus Didukung
Di tahun 2022, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp 317,8 triliun, tumbuh 18,0 persen atau mencapai sebesar 106,3 persen dari target. Sepanjang 2023, di tengah volatilitas harga komoditas akibat perlambatan ekonomi global dan konflik geopolitik, Bea Cukai juga mengumpulkan penerimaan negara sebesar Rp286,2 triliun atau sekitar 95,4 persen dari target.
Menurut Kamrussamad, hal yang perlu dievaluasi Bea Cukai adalah cara pelayanan di bandara Soekarno Hatta. Dengan begitu, penerimaan negara bisa terus didongkrak.
"Sistem perhitungan bea masuk dengan self-assement yang diberlakukan sejak September 2023 itu misalnya, memerlukan kerja sama dari masyarakat karena harga ditentukan oleh pemilik barang. Namun jika harga yang diungkap undervalue maka berpotensi dikenakan denda 1.000 persen sesuai PMK," ujar Kamrussamad.