DPR Pertanyakan Komitmen Pemerintah Kelola Listrik
Anggota Komisi VII DPR, Ahmad Relyadi masih belum melihat kesungguhan pemerintah untuk memenuhi ketersediaan listrik.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Sugiyarto
![DPR Pertanyakan Komitmen Pemerintah Kelola Listrik](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/20121016_Saat_Listrik_Padam_di_Samarinda_5509.jpg)
Bukan itu saja, carut-marut masalah kelistrikan juga karena pemerintah masih belum menetapkan status pengelolaan listrik sebagai infrastruktur dasar atau status listrik sebagai sebuah komoditas.
Belum lagi, menurut Ahmad Relyadi, sampai saat ini Pemerintah belum menunjukan komitmen penuhnya memenuhi kebutuhan gas pembangkit untuk PLN.
Pasalnya, salah satu faktor pokok menurunkan beban subsidi dan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik terletak pada terpenuhinya ketersedian pasokan gas untuk pembangkit milik PLN.
Lebih lanjut ia mencontohakn bahwa pada 2011 lalu, realisasi pasokan gas untuk pembangkit listrik PLN hanya sebesar 849 MMSCFD. Hal ini hanya mampu memenuhi sekitar 55% dari kebutuhan PLN.
Lanjutnya lagi, salah satu kasus pembangkit listrik Tambak Lorok di Semarang, dengan kapasitas terpasang sebesar 1.334 MW. Pembangkit listrik ini belum dapat dioperasikan menggunakan gas.
Kenapa demikian? Hal itu terjadi karena belum adanya infrastruktur pipa guna mengalirkan kebutuhan gas sebesar 164 BBTUD dari Petronas Carigali di Lapangan Kepodang dan dari PT Sumber Petrindo Perkasa (SPP) di Area Gundih.
“Peningkatan pasokan gas ke PLN sebenarnya sangat dimungkinkan, mengingat prognosa lifting gas bumi pada tahun 2013 akan meningkat sebesar 89,43 TBTU dibandingkan tahun 2012,”terangnya pada acara diskusi Tata Kelola Infrastruktur Listrik, Jakarta, Selasa (23/10/2012).
Menurutnya, minimnya infrastruktur gas nasional memang menjadi kendala tersendiri pula bagi penyaluran pasokan gas untuk PLTG dan PLTU PLN.
Selain itu, menurut Relyadi, pemanfaatan energi terbarukan seperti hydro (air), panas bumi, dan gas yang memiliki efisiensi tinggi dan biaya produksi rendah juga masih belum dioptimalkan.
Belum lagi bila melihat keterlambatan proyek-proyek PLTU 10.000 MW Tahap I yang sebagian besar mengalami keterlambatan rata-rata 12 bulan.
Hal ini mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) No.71 tahun 2006, Pemerintah akan membangun pembangkit listrik berbahan bakar batubara sebanyak kurang lebih 10.000 MW untuk memperbaiki fuel mix dan sekaligus juga memenuhi kebutuhan demand listrik di seluruh Indonesia.
Program tersebut dikenal sebagai Proyek Percepatan Pembangkit 10.000 MW Tahap I. Namun, sampai dengan Desember 2011, baru 3.160 MW yang selesai dibangun. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.