Senin, DPR Bakal Panggil Dirut Pertamina Klarifikasi Laporan BPH Migas
DPR akan klarifikasi laporan BPH Migas, Pertamina menjual BBM Bersubsidi tidak sesuai dengan Perpres Nomor 15 tahun 2012
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan Komisi VII DPR akan memanggil Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan pada Senin (3/12/2012) untuk mempertanyakan kabar dari BPH Migas.
Achmad Farial, Wakil Ketua Komisi VII DPR mengatakan Karen akan dimintai klarifikasi terkait laporan BPH Migas, Pertamina menjual BBM Bersubsidi tidak sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 tahun 2012. Khususnya mejual BBM subsidi Rp4.300 per liter ke Hiswana Migas di Depot.
"Saya minta buktinya membeli Rp4.300, saya akan panggil Pertamina. Tolong kasih buktinya ke saya, bahwa membeli Rp4.300," ungkapnya dalam Polemik Sindo Radio yang mengangkat topik "Susahnya Mengatur BBM, di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (1/12/2012).
"Saya hari Senin, saya akan panggil Karen, saya akan tanya ini. Bagaimana BBM bisa dijual dengan Rp4.300," tegasnya menanggapi pernyataan Djoko Siswanto, Direktur BPH Migas.
Lanjutnya menjelaskan, untuk BBM subsidi, terdapat "fee" untuk penyalur sekitar Rp200 per liternya. Karenanya, jika Hiswana Migas sebagai pelaku usaha SPBU membelinya Rp4.300 per liter, maka itu artinya Hiswana Migas mendapat keuntungan ganda. Yakni "fee" penyalur dan untung pembelian sebesar Rp200 per liter dari pembelian BBM subsidi di Depot Pertamina.
Sebelumnya, Direktur BPH Migas mengutarakan berdasarkan aturan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 15 yang menyatakan bahwa titik serah BBM bersubsidi itu di penyalur di SPBU. Bukan di Depot Pertamina.
Harga BBM bersubsidi yang dibeli oleh Penyalur adalah Rp4.500 per liter. Bukan Rp4.300 per liter, seperti yang terjadi saat Hiswana Migas membeli di depot.
"Faktanya, bila mengacu pada Perpres nomor 15, Hiswana Migas masih membeli dari Depot dengan harga Rp4.300. Inikan salah. Ini sangat-sangat salah tidak sesuai Perpres nomor 15," sebutnya.
"Kan tidak semua yang keluar dari Depot itu sampai ke masyarakat. Celakanya lagi negara membayar subsidi semuanya yang berdasarkan yang keluar dari Depot. Padahal kan BBM bersubsidi belum tentu sampai ke masyarakat," ujarnya.
Itulah, menurutnya, yang salah dari manajemen dan harus diperbaiki untuk mengurangi penyalahgunaan. "Inilah dulu yang harus dibenahi. Hiswana jangan membeli BBM bersubsidi di Depot dengan harga di bawah harga subsidi. Belilah dengan harga keekonomian, dan kalau kalian menjual ke masyarakat dengan harga subsidi, tunjukkan ke negara, tunjukan kepada BPH siapa konsumennya, berapa volumenya," keluhanya. (*)
BACA JUGA: