Mengamati Persaingan Kerja Karyawan di Perusahaan Jepang
Menghadapi zaman globalisasi saat ini sangat berat bagi perusahaan Jepang. Apalagi kalau melihat internal
Editor: Widiyabuana Slay
TRIBUNNEWS.COM - Menghadapi zaman globalisasi saat ini sangat berat bagi perusahaan Jepang. Apalagi kalau melihat internal perusahaan mereka. Satu sama lain saling bersaing ketat meskipun satu grup perusahaan. Bahkan sampai jegal menjegal.
Berat persaingan zaman globalisasi ini bukan hanya ke pasar internasional yang semakin ketat menghadapi produsen serupa dari negara lain, tetapi juga berat persaingan di dalam divisi internal perusahaan Jepang.
Lihatlah perusahaan besar Jepang yang memiliki divisi marketing internasional. Mereka membagi atas Asia (ada yang menggabungkan dengan Australia), Eropa dan Amerika.
Di bagian Asia saja, umumnya terbagi dua yaitu China dan non-China. Sedangkan di dalam bagian non-China masih terbagi atas beberapa orang yang menjadi tanto (yang bertanggungjawab) atas negara bersangkutan. Misalnya non-China dengan tanto Indonesia. Sebut saja si A. Lalu ada non-China dengan tanto, sebut saja si B, untuk Singapura dan Malaysia.
Dalam satu bagian itu saja, baik si A maupun si B sangat bersaing kuat, untuk apa?
Pertama, untuk memperlihatkan kemampuan mereka bekerja, bisa menghasilkan income baik atau tidak bagi perusahaan. Kedua, untuk membuktikan bahwa negara yang dia tangani memang sudah benar bagus tepat dan menguntungkan bagi perusahaan, sehingga kalau perlu dikembangkan lebih lanjut baik berupa penambahan stafnya dan atau peningkatan investasi di negara yang bersangkutan.
Dua hal tersebut akan terwujud dengan baik apabila pemerintah yang bersangkutan memperbaiki situasi kondisi perekonomiannya. Memberikan insentif lebih baik lagi bagi investor asing. Apabila yang terjadi perekonomian negara tersebut macet, apalagi semakin memburuk, yang paling mengalami kesulitan adalah tanto yang bersangkutan.
Tanto itu akan sulit sekali meyakini pimpinannya bahwa negara yang di “pegang” nya akan membaik perekonomiannya dan akan menguntungkan bagi perusahaannya. Hal ini tak bisa dibohongi karena keburukan suatu negara akan termuat di semua media massa (cetak dan non cetak) di Jepang bahkan di mana-mana.
Akibat lebih lanjut, si tanto tak dapat perhatian lagi, akan didiamkan sementara. Perhatian, anggaran serta investasi perusahaan akan lari ke tanto negara lain. Hal ini berarti tanto negara yang perekonomiannya payah, maka gajinya pun terus tetap, tak akan dapat bonus besar, tidak seperti tanto lain yang negaranya maju, pasti akan dapat bonus besar dan bahkan bertambah.
Itu sebabnya tanto Indonesia dari perusahaan Jepang selalu melakukan pelayanan terbaik kepada semua pejabat Indonesia. Maksudnya bukan supaya perusahaan diprioritaskan atas bisnisnya di Indonesia, tetapi lebih kapada tujuan, agar perekonomian Indonesia lebih baik lagi khususnya di bawah tangan pejabat yang bersangkutan.
Orang Jepang lebih memikirkan kepada hal makro. Menyangkut bisnis, tak ada pribadi. Kalau pejabat tak bisa bekerja, perekonomian Indonesia jadi payah, pengusaha Jepang itu akan kewalahan kalah bersaing di dalam perusahaannya dan dirinya juga tak akan dapat promosi lebih baik ke jabatan atau posisi yang lebih bagus. Gajinya pun akan lebih rendah daripada eksekutif lain setingkatnya yang dianggap berhasil, karena negara yang dipegangnya juga memberikan keuntungan banyak bagi perusahaannya.
Satu hal kecil ini sebenarnya sangat penting dimengerti kita semua di Indonesia. Ternyata betapa susahnya orang Jepang sendiri apabila perekonomian Indonesia juga mengalami kesusahan. Itulah sebabnya pengusaha Jepang berusaha mendekati pejabat Indonesia agar bekerja lebih baik dan menghasilkan perekonomian yang dapat semakin baik.
Maka tidak heran apabila himbauan investasi pemerintah Indonesia kepada perusahaan Jepang, seringkali ditanggapi dingin. Mengapa? Karena ini pemikiran terbalik.