Ini Perbedaan Amerika Serikat dan Indonesia Terkait Industri Rokok
Peneliti senior MPKKI, Prof Kabul Santoso, Minggu (28/4/2013) di Jakarta mengatakan Amerika Serikat
Editor: Widiyabuana Slay
![Ini Perbedaan Amerika Serikat dan Indonesia Terkait Industri Rokok](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/20120725_Diskusi_Industri_Rokok_Terancam_1552.jpg)
TRIBUNNEWS.COM - Peneliti senior MPKKI, Prof Kabul Santoso, Minggu (28/4/2013) di Jakarta mengatakan Amerika Serikat (AS) adalah negara yang tidak pernah mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), namun AS hanya tanda tangan FCTC.
Jerman, Amerika Serikat (AS), Jepang, dan China, ungkap Kabul, memproteksi keberlangsungan industri rokok untuk memberikan keuntungan bagi masyarakat.Kabul berpendapat, industri nasional bidang tembakau adalah industri yang mempekerjakan banyak orang (padat karya). Demikian rilis yang dikirim ke redaksi Tribunnews.com.
Sebagaimana semangat pembangunan Presiden SBY yaitu pro poor, pro job, and pro growth. Di lain sisi, pemerintah membunuh keberlangsungan industry nasional bidang tembakau lewat regulasi (PP 109/2012).
Kabul mempertanyakan kesiapan pemerintah terhadap dampak ekonomi sosial. Apakah pemerintah siap dengan dampak ekonomi sosialnya? Apakah pemerintah mampu menyediakan lapangan pekerjaan untuk sumber daya manusia yang banyak? “Jangan hanya karena disindir teman-teman negara lain karena Indonesia tidak mengaksesi FCTC, lalu pemerintah Indonesia memaksakan kehendaknya untuk membunuh petani tembakau dan industri nasional bidang tembakau yang selama ini memberikan sumber penghasilan masyarakat dan pendapatan negara,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua MPR RI, Lukman Hakim Syaifudin mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan para pembantunya agar mencermati PP 109 tentang regulasi tembakau. Pasalnya, PP 109 lebih banyak merugikan petani dan efek dominonya bisa meluas kemana-mana.
“Ini menjadi kewajiban wakil rakyat dan pemerintah agar lebih bijak melihat realitas persoalan PP 109 yang tidak sederhana, sebab ada pro kontra. Ini tanggung jawab Presiden, maka dia harus mencermati kembali PP ini sebab kenyataannya justru mendapat penolakan dari rakyat,” katanya.
Politisi PPP ini mendesak, setidaknya Presiden SBY bisa merevisi beberapa klausul yang merugikan petani tembakau. Bagian itu bisa kembali dirumuskan agar kebijakan nasional pada bidang tembakau benar-benar adil, untuk kemaslahatan masyarakat.
Saat ini Baleg DPR RI sedang merumuskan RUU Pertembakauan yang menempatkan posisi pertembakauan yang lebih menguntungkan petani tembakau dan industri kretek nasional. Isi draf RUU ini memuat skala prioritas utama, antara lain, mengatur tentang kesehatan, perlindungan dan kelangsungan hidup petani tembakau, perlindungan buruh, serta melindungi kelangsungan hasil industri tembakau. Diharapkan wakil rakyat memenuhi janji untuk memasukan pembahasan tembakau ini dalam prolegnas, sebelum masa jabatan mereka berakhir.