Ketimpangan Pendapatan Sebabkan Tingginya Bunga Kredit Perbankan
Persoalan menurunkan kredit perbankan merupakan tantangan yang dihadapi perbankan untuk memberikan
Penulis: Arif Wicaksono
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Jakarta, Arif Wicaksono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persoalan menurunkan kredit perbankan merupakan tantangan yang dihadapi perbankan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Masalah itu dihadapi dengan semakin membesarnya koefisien gini perbankan yang semakin membesar setiap tahunnya.
Ekonom, Institute of Development Economic and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, mengatakan akan sulit menurunkan bunga bank selama ketimpangan pendapatan semakin menaik. Jika ketimpangan pendapatan melebar maka bunga bank akan semakin tinggi dikarenakan deposan kakap meminta bunga deposito yang juga tinggi.
"Jika koefisien gini 0,42 maka satu persen populasi penduduk berkontribusi kepada 42 persen GDP, akibatnya bunga perbankan terus tinggi untuk penuhi bunga yang diminta deposan kakap itu, yang jumlahnya hanya satu persen. Nah ini karena tingginya tingkat koefisien gini yang kita alami," kata Enny, kemarin.
Enny menambahkan hal ini yang menjadi persoalan untuk menurunkan bunga bank, apalagi dengan timpangnya pendapatan akan semakin menyulitkan proses bargaining perbankan dengan deposan.
Ia juga menjelaskan sampai dengan Maret 2013 posisi rata-rata untuk kredit modal kerja, investasi dan konsumsi di seluruh bank Indonesia berada di titik 11,44, 11,21 serta 13,22 persen. Jumlah itu lebih besar dari besaran bunga kredit di Malaysia yang hanya mencapai dua persen.
Koefisien gini Indonesia sendiri menurutnya merupakan salah satu yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Tingkat 0,42 pada posisi Mei 2013 merupakan tingkat yang sama ketika pada masa pemerintahan Orde Lama.
Data koefisien gini ini merupakan masalah fundamental bagi perbankan untuk menurunkan besaran bunga kredit. Jika pemerintah berusaha atasi ketimpangan maka cost of fund perbankan bisa ditekan dan dijaga di titik normalnya.
Data BPS menunjukkan, tahun 2002 angka Rasio Gini Indonesia 0,32, alu pada 2010 naik menjadi 0,38, lalu naik lagi ke 0,4 pada 2011. Ini Rasio Gini tertinggi dalam sejarah Indonesia.
Sebagai tambahan, menurut data Bank Pembangunan Asia (ADB), terdapat tiga negara di Asia yaitu China, India, dan Indonesia, yang juga merupakan negara-negara yang kesenjangan ekonomi dan sosialnya semakin parah.
Dari awal tahun 1990an hingga sekitar 2010, Gini koefisien meningkat di Cina dari 32 naik menjadi 43, di India meningkat dari 33 ke 37 dan di Indonesia dari 29 meningkat menjadi 39. Jika dilihat sebagai satu kesatuan maka Gini koefisien kawasan Asia meningkat dari 39 menjadi 46 dalam dua dekade terakhir.