Bisnis Komputasi Awan Terpapar Kurs
Salah satunya adalah bisnis komputasi awan (cloud computing).
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang terkapar berdampak pada industri teknologi informasi (TI). Salah satunya adalah bisnis komputasi awan (cloud computing).
Menurut Teguh Prasetya, Founder Indonesia Cloud Forum (ICF), bisnis komputasi awan sangat erat hubungan dengan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. "Karena biaya bisnis ini disesuaikan dengan kurs dollar AS, jadi pasti akan berdampak," katanya ke KONTAN, Senin (26/8/2013).
Apalagi, sekitar 70% dari pelanggan layanan ini adalah korporasi. Sialnya, kata Teguh, sekitar 70%-80% dari korporasi pelanggan komputasi awan membiayai layanan penyimpanan data ini melalui belanja modal, bukan di pos biaya operasional. "Bisa jadi, perusahaan yang memakai belanja modal untuk komputasi awan akan memotong anggaran," katanya.
Sayang, Teguh mengaku belum bisa memproyeksikan pengurangan pembiayaan korporasi di bidang ini. Ia memperkirakan, pelambatan dari bisnis ini mulai terasa empat bulan ke depan, saat korporasi membuat perhitungan bisnis untuk 2014.
Posisi rupiah yang menyentuh Rp 11.000 per dollar AS membuat pasar komputasi awan bisa terkoreksi 20%. Ia berharap, rupiah bisa kembali menguat ke Rp 10.000 per dollar AS supaya penurunan bisnis ini cuma 10% saja.
Saat rupiah berada di kisaran Rp 9.000 per dollar AS, potensi bisnis komputasi awan di Indonesia bisa mencapai Rp 3,6 triliun tahun ini. Namun ia memproyeksikan tahun ini cuma Rp 3,4 triliun.
Namun PT SAP Indonesia tetap optimistis terhadap bisnis ini. SAP Indonesia menargetkan bisa menggarap sekitar 20% pasar SAP di Indonesia. Singgih Wandojo, Managing Director PT SAP Indonesia bilang, hingga saat ini, SAP punya 13 klien. Dan berharap kontribusi bisnis dari komputasi awan yang sudah 20% bisa meningkat di atas 20% sampai akhir tahun ini. (Merlinda Riska)