Dolar di Kisaran Rp 12 Ribu: Ketergantungan Indonesia pada Impor Masih 70 Persen
dengan kondisi ekonomi Indonesia saat ini, angka yang paling aman untuk rupiah berada di kisaran Rp 11.600-11.700 per dolar AS.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Ekonom Bank Mandiri, Destry Damayanti menjelaskan pemangkasan stimulus (tapering off) oleh Federal Reserve membuat nilai tukar rupiah anjlok terhadap dolar AS.
"Pelemahan nilai tukar rupiah beberapa waktu terakhir ini terutama disebabkan faktor eksternal terkait dengan ketidakpastian isu tapering off oleh The Fed," kata Destry pada Seminar Nasional "Menyoal Kebijakan Transaksi Lindung Nilai di Indonesia: Antara Mitigasi vs Spekulasi," di Gedung BRI 1, Jakarta, Senin (2/12/2013).
Ketidakpastian isu pengurangan stimulus moneter oleh the Fed, menurut Destry, memunculkan berbagai ekspektasi dan sentimen. Hal ini menyebabkan pergerakan rupiah cenderung mengarah menuju pelemahan.
"Isu tapering off telah menimbulkan berbagai ekspektasi mengenai rupiah. Pada akhirnya rupiah tertekan," ujar dia.
Selain faktor eksternal, Destry mengatakan faktor domestik pun ikut mempengaruhi pelemahan rupiah atas dolar AS. Defisit neraca transaksi berjalan disebutnya jadi salah satu faktor.
"Hal ini tercermin dari defisit neraca perdagangan yang besar. Tetapi, ini seiring peningkatan pertumbuhan ekonomi kita sejak 2011," ujarnya.
Ia juga menjelaskan, dengan kondisi ekonomi Indonesia saat ini, angka yang paling aman untuk rupiah berada di kisaran Rp 11.600-11.700 per dolar AS.
"Sebenarnya kalau dihitung-hitung, rupiah di level Rp 11.600-11.700 sudah pas dengan kondisi fundamental kita," kata dia.
Lebih jauh Destry menjelaskan, perlu ada kebijakan lain selain kebijakan moneter dalam rangka menekan curent account defisit dan mengembalikan Rupiah pada level yang aman untuk mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia. Bahkan, perlu ada kebijakan komprehensif
Destry menambahkan, sektor riil perlu digenjot untuk mengembalikan keperkasaan rupiah. Menurutnya, defisit terjadi karena investasi tinggi sekali tapi infrastruktur seperti industri pengolahan tidak didukung dengan baik sehingga angka impor tinggi. Hal ini menekan rupiah.
Sementara menurut Ekonom BRI Aviliani, menilai ketergantungan Indonesia pada impor masih 70 persen. Hal ini akan mengerek angka inflasi saat para importir menaikkan harga. Melebarnya angka inflasi ini, kata Aviliani, diibaratkan sebagai lingkaran setan, jika salah satu menaikkan harga akan berdampak pada yang lainnya.
"Kita ketergantungan impor sebanyak 70 persen di mana itu akan berkontribusi terhadap inflasi. Jadi ini kaya lingkaran setan, satu kena, kena semua," jelasnya.
Aviliani menyebutkan, untuk bisa mengerem angka impor perlu dikembangkan industri di sektor riil seperti industri kreatif. Namun, saat ini keberadaan industri kreatif dinilai masih kecil, maka itu perlu didorong.
"Kita harus pilih industri kreatif tapi ini nilainya masih kecil jadi harus didorong," ujarnya.
Kemarin nilai tukar rupiah berhasil menguat menjauhi level 12.000. Dari data Bloomberg pukul 12.02 , rupiah berada di posisi Rp 11.893 per dolar AS atau naik 72 poin dibandingkan penutupan pada akhir pekan lalu di level 11.965.
Bank Indonesia kemarin mematok kurs tengah rupiah pada Rp 11.946 per dolar AS atau menguat 31 poin dibanding Jumat (29/11/2013) lalu yang berada di posisi 11.977. Sementara itu, di Bursa Efek Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan juga berhasil melaju hingga kembali menembus level 4.300.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.