Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Merger XL-Axis Direstui, Malaysia Dominasi Industri Selular Nasional

Salah satu kejanggalan yang mengemuka adalah pemberian frekuensi 1800 MHz secara langsung adalah melanggar prosedur

Penulis: Sanusi
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Merger XL-Axis Direstui, Malaysia Dominasi Industri Selular Nasional
NET
ILUSTRASI 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Merger XL Axis untuk sementara tak dapat berlanjut. Pasalnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sudah memutuskan untuk menunda proses merger karena berpotensi memunculkan monopoli dan praktik persaingan tidak sehat.

Kalangan DPR pun mengapreasiasi keputusan KPPU itu, karena sejak awal mereka mendapati banyak ditemukan kejanggalan yang berpotensi merugikan negara.

Menurut anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya, salah satu kejanggalan yang mengemuka adalah pemberian frekuensi 1800 MHz secara langsung adalah melanggar prosedur.

Seharusnya jika mengacu kepada regulasi, frekuensi eks Axis harus ditarik dulu semuanya, baik 15 MHz di 1800 MHz (2G) dan blok 11 dan 12 di 2100 MHz (3G). Setelah itu baru direalokasikan kembali dengan cara seleksi dan evaluasi, sesuai Permenkominfo No.17 tahun 2005 dan PermenKominfo No.23 tahun 2010.

Menurut Tantowi, jika pemerintah menginginkan pemasukan negara yang maksimal seharusnya mereka mengalokasikan frekuensi 2100 MHz (3G) kepada XL karena harga per MHz frekuensi ini jauh lebih mahal daripada 1800 MHz (2G), sehingga Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga maksimal.

"Yang terjadi saat ini pemerintah justru memberikan 1800 MHz kepada XL yang notabene lebih murah, alias menghilangkan potensi keuntungan yang lebih besar. Jika frekuensi 2100 MHz ditender lagi, belum tentu para operator berminat karena mereka sudah punya blok yang mencukupi. Makin besarlah kerugian negara," katanya.

Dia mengatakan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang paling pas dalam mencermati merger ini, sehingga dapat dilakukan pencegahan potensi kerugian negara, diharapkan keputusan Menkominfo telah melibatkan pihak BPKP dalam memutuskan persetujuan merger ini dengan mengalokasikan langsung kepada XL frekuensi 1800 MHz karena tentunya Pemerintah akan kehilangan up front fee dengan pengalokasian langsung dibandingkan dengan metode lelang.

Berita Rekomendasi

Di sisi lain, Tantowi juga menyoroti jika skenario merger yang dirancang Menkominfo Tifatul Sembiring berjalan mulus, maka hal itu sama saja dengan memberikan keleluasaan kepada operator asal Malaysia untuk mendominasi industri telekomunikasi nasional dengan cara memperoleh tambahan spektrum tanpa dibebani modern licensing yang mengikat seperti layaknya operator GSM dalam memperoleh alokasi frekuensi tambahan.

Hal ini akan menjadi sangat janggal jika pemerintah tidak membebani XL dengan kewajiban pembangunan yang seimbang dengan operator yang dialokasikan frekuensi dengan jumlah yang hampir sama seperti misalnya Indosat dan Telkomsel.

Politisi dari Partai Golkar ini mengamini pendapat Komisioner KPPU Muhammad Syarkawi Rauf yang menyebutkan bahwa pascamerger, terdapat perbedaan proporsi kepemilikan spektrum frekuensi yang tidak menunjukkan asas fairness.

Sesuai surat keputusan Menteri, XL Axiata-Axis akan memiliki spektrum sebesar total 45 MHz dengan 7.5 MHz di pita 900; 22.5 MHz dipita 1800 MHz dan 15 MHz di pita 2100 MHz. Jumlah total spektrum itu menyamai jumlah total spektrum Telkomsel yang memiliki 45 MHz dengan 7.5 MHz di Pita 900 MHz;22.5 MHz dipita 1800 MHz dan 15 MHz dipita 2100MHz.

Disinilah letak kejangalannya, karena dengan jumlah spektrum yang sama dengan Telkomsel, padahal dari sisi kewajiban layanan, XL-Axis lebih ringan, sebab jumlah pelanggan keduanya jika dijumlah baru sekitar 60 juta pengguna. Memang melebihi jumlah pelanggan Indosat yang melayani 55 juta, namun belum mampu menyamai Telkomsel yang harus melayani 128 juta pelanggan.

Dengan jumlah pelanggan XL yang hanya setengah jumlah pelanggan Telkomsel, tentu akan mengakibatkan ketimpangan persaingan usaha.

Apalagi dalam pemberian frekuensi tambahan baru ex Axis oleh Pemerintah, XL cenderung diuntungkan karena memperoleh spektrum tanpa dibebani dengan tambahan kewajiban pembangunan layanan seluas Telkomsel, sehingga efisiensi investasi pascamerger ditambah berlimpahnya frekuensi, akan memungkinkan pelanggan operator lain berpindah ke perusahaan hasil merger XL Axiata-Axis demi mendapatkan layanan seluler yang lebih baik.

"Sebab, apabila pita makin lebar dan jumlah pengguna sedikit, maka layanan seluler relatif menjadi lebih baik dan stabil," ujar Syarkawi.

Dengan penguasan spektrum frekuensi yang lebih baik namun dengan jumlah pelanggan yang tak sebanyak Telkomsel, XL diprediksi akan mampu menguasai pasar industri selular dalam tempo 3 hingga 5 tahun ke depan, khususnya layanan data yang semakin gencar. Ini berarti merger yang direstui oleh Tifatul Sembiring itu, hanya akan memberikan tiket bagi perusahaan asal Malaysia untuk merajai industri telekomunikasi Tanah Air dengan cara melakukan bypass regulasi.

Itu sebabnya, Tantowi menentang merger XL Axis yang dinilai hanya akan memperkuat dominasi asing jika dilakukan tidak dengan cara yang fair. Apalagi selama ini, perusahaan asing di Indonesia terbukti hanya mencari keuntungan bisnis semata, bukan untuk kepentingan masyarakat luas hingga ke pelosok Tanah Air.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas