DPR Minta Blitz Megaplex Bisa Jelaskan Kepemilikan CJ CGV Sebelum IPO
Anggota Komisi X DPR, Dedy Gumelar meminta PT Graha Layar Prima, pemilik brand bioskop Blitzmegaplex,
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR, Dedy Gumelar meminta PT Graha Layar Prima, pemilik brand bioskop Blitzmegaplex, bisa menjelaskan tentang kepemilikan CJ CGV, perusahaan asal Korea Selatan di perusahaan tersebut.
Hal itu disampaikan, Miing begitu biasa disapa, terkait rencana PT Graha Layar Prima melantai di bursa saham melalui skema Initial Public Offering (IPO) pada Maret 2014.
Dikhawatirkan Miing, upaya penjualan saham di bursa efek melalui skema Initial Public Offering (IPO) itu sebagai akal-akalan untuk melegalkan kepemilikan CJ CGV di Blitz Megaplex.
Menurut Miing kepemilikan saham CJ CGV di Blitz Megaplex melanggar aturan di Indonesia, sebab sektor perfilman tidak masuk ke dalam revisi Daftar Negatif Investasi (DNI). Karena itu, perusahaan asal Korea Selatan, CJ CGV, yang membeli Blitz Megaplex, otomatis harus
menghentikan investasi di industri film nasional.
"Walaupun (Blitz Megaplex) sudah dibeli, tapi itu harus dihentikan. Haram kalau dilanjutkan, karena DNI-nya sendiri tidak jadi dibuka. Sedangkan mereka (CJ CGV) merupakan pemodal asing, yang artinya masuk ke dalam Penanaman Modal Asing (PMA). Intinya, mereka tidak berinvestasi di sektor bioskop," kata Miing di Jakarta, Rabu (8/1/2014).
Seperti diketahui, Miing menentang keras bila bioskop dimasuki modal asing lantaran masih masuk dalam Daftar Negatif Investasi (DNI). Dia menegaskan, harus ada sanksi tegas apabila Blitz Megaplex benar-benar dibeli CJ CGV. Miing mengatakan, dirinya sudah banyak mendapatkan informasi terkait pembelian itu. Hal ini sudah terbukti dengan adanya
perombakan direksi Blitz Megaplex, dimana mayoritas ekspatriat asal
Korea Selatan menempati jabatan strategis, termasuk COO dan CFO.
Bahkan CEO Blitz Megaplex yang baru adalah mantan Chief Representative
di CJ CGV Greater China. Selain itu, sejak akhir 2012, sudah masuk sembilan orang ke manajemen Blitz Megaplex. Politisi PDI Perjuangan itu mengatakan, pemerintah tidak pernah mencabut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2010, sehingga belum mengeluarkan bioskop dari DNI.
"Pemerintah tidak melepas gedung bioskop, yang merupakan rumah budaya, kepada investor asing. Kalau benar Blitz dijual kepada investor Korea, itu jelas pelanggaran. Mestinya pembelian tersebut harus seizin Mendag, BKPM dan Kemenparekraf," ungkap Miing.
Menurutnya, selain fungsinya sebagai hiburan dan informasi, film juga menjalankan fungsi pendidikan dan kebudayaan. Ini tercantum dalam UU No.33/1999 Pasal IV tentang Perfilman. Dapat dikatakan, film merupakan salah satu instrumen untuk membangun karakter bangsa," kata Miing.
Atas alasan inilah, lanjut dia, mengapa industri perfilman tidak bisa disamakan dengan bidang usaha lainnya (lex specialis). Karena itu menyangkut upaya untuk menangkis infiltrasi budaya asing dan melindungi kebudayaan lokal yang saat ini sedang susah payah dikembangkan oleh Indonesia, baik melalui pendidikan formal-nonformal (kurikulum) maupun melalui pendidikan informal seperti tontonan film.
Sebelumnya, Direktur PT Graha Layar Prima (Blitzmegaplex), Brata Perdana, menjelaskan kepada wartawan usai melakukan mini expose di Gedung BEI, Rabu (8/1/2014), bahwa PT Graha Layar Prima akan melantai di bursa saham melalui skema Initial Public Offering (IPO) pada Maret 2014. Menurutnya, industri bioskop di Indonesia saat ini masih sangat minim, pemainnya pun masih sedikit. Hal ini menjadi salah satu alasan pihaknya untuk lebih mengembangkan bisnis di tanah air.
"Untuk pengembangan bisnis. Indonesia masih kurang jumlah bioskop sempat mati, di 2002 hanya 230-240 layar, 1994 lebih dari 2000 layar nasional. Sekarang naik lagi. Prospek bagus," ujarnya.
Namun, Brata belum mau menyebutkan berapa jumlah saham yang akan dilepas maupun berapa dana yang akan diincar dalam gelaran IPO nanti. Yang pasti, Blitz Megaplex bakal menambah 4 bioskop baru di tahun ini, yang tersebar di Jawa dan luar Jawa, salah satunya Batam.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI Hoesen menyebutkan, perseroan bakal mencatatkan sahamnya di bulan Maret 2014. Menurut Hoesen, saat ini posisi nilai ekuitas perseron masih di bawah Rp 500 miliar. "Ekuitasnya di bawah Rp 500 miliar," imbuhnya.