DPR dan LSM Desak Pemerintah Revisi Aturan Ekspor Timah
Selain upaya penegakan hukum, pemerintah harus memperketat ekspor timah untuk meminimalisir penyelundupan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam dua pekan terakhir, aparat keamanan menggagalkan penyelundupan timah senilai hampir Rp 1 triliun di Batam.
Masih maraknya penyelundupan, disinyalir akibat celah hukum dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 32 tahun 2013 tentang Ketentuan Ekspor Timah.
Celah hukum itu berupa masih longgarnya aturan ekspor timah solder dan timah dalam bentuk lainnya.
Dalam Permendag Nomor 32 Tahun 2013, timah batangan diperdagangkan melalui Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) sejak 30 Agustus 2013.
Sedangkan Timah dalam bentuk lainnya mulai diperdagangkan di bursa mulai 1 Januari 2015. Adapun timah solder tidak diatur.
Anggota Komisi VI DPR RI Bidang Perdagangan Chairuman Harahap menegeaskan, selain melakukan penegakan hukum yang serius, dari sisi tata niaga pemerintah harus melakukan revisi peraturan ekspor timah tersebut, sehingga penyelundupan bisa diatasi.
“Selain upaya penegakan hukum, pemerintah harus memperketat ekspor timah untuk meminimalisir penyelundupan. Revisi Peraturan Menteri Perdagangan tentang ekspor timah yang saat ini sangat longgar bisa kembali dilakukan,” kata Chairuman di Jakarta, Kamis (20/3/2014).
Menurut Chairuman, pemerintah seharusnya mengatur perdagangan dan ekspor semua jenis timah, mulai dari timah batangan, timah solder, hingga timah bentuk lainnya ke dalam Permendag.
“Belum adanya kewajiban tin solder diperdagangkan di Bursa Timah menjadi celah hukum bagi pelaku eksportir untuk tetap mengekspor timah tidak melalui bursa pada saat ini. Hal ini juga mendorong tingginya penyelundupan,” kata Chairuman.
Bila melalui bursa, produksi dan ekspor tin solder akan bisa terkontrol. Selain itu, fluktuasi harga juga bisa terkendali.
“Dan yang paling penting, penerimaan negara melalui royalti di bursa akan meningkatkan pendapatan negara,” ujar politis Golkar tersebut.
Direktur Utama BKDI, Megain Widjaja mengatakan, salah satu tujuan pemerintah dalam mengatur perdagangan timah yaitu harga timah batangan di Indonesia bisa ditentukan secara adil dan transparan. Upaya ini untuk menjadikan komoditas Indonesia sebagai acuan harga secara internasional dan harga bisa dibentuk berdasarkan supply and demand.
“Bila melalui bursa berjangka tidak mungkin terjadi penyelundupan dikarenakan terdapat sertifikat analisis (certificate of analysis) yang dikeluarkan PT Surveyor Indonesia dan PT Sucofindo. Kemudian, analisis ini untuk mempermudah asal usul bijih timahnya sehingga tidak mungkin adanya penyelundupan,” kata Megain.
Diperkirakan, angka penyelundupan timah mencapai 3.000 ton per bulan atau Rp 36.000 ton per tahun atau rata-rata minimal Rp 400 miliar per tahun. Jumlah tersebut berasal dari royalti yang tidak dibayarkan kepada negara.