Dahlan Iskan Sudah Bersikap, Karyawan BTN Tetap Demo Antiakuisisi Mandiri, Siapa Menunggangi?
Karyawan BTN tetap menggelar demo antiakuisisi Bank Mandiri. Timbul kecurigaan, siapa menunggangi?
Penulis: Danang Setiaji Prabowo
Editor: Agung Budi Santoso
Laporan: Danang S Prabowo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana serikat pekerja PT Bank Tabungan Negara (BTN) yang kembali berdemonstrasi menolak akuisisi Mandiri menimbulkan kecurigaan adanya motivasi politik terhadap aksi demonstrasi tersebut.
Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing, menilai aksi demonstrasi yang dilakukan karyawan BTN pada hari Minggu (27/4/2014) ini salah alamat.
"Untuk apalagi unjuk rasa? Toh Dahlan Iskan sudah mengungkapkan sikapnya. Bila memang karyawan BTN masih ngotot (unjuk rasa), saya justru mempertanyakan balik apa motivasi politik dibalik aksi ini? Ada siapa dibalik aksi tersebut?," ujar Emrus kepada wartawan, Minggu (27/4/2014).
Sedangkan Ketua Umum Persatuan Bank Nasional (Perbanas) Sigit Pramono menilai karyawan BTN tidak mempunyai hak menolak apapun rencana yang akan dilakukan pemerintah terhadap bank-bank BUMN.
Pegawai bank-bank BUMN, termasuk BTN, harus menyerahkan seluruh keputusan ke negara dan menghargai hak pemerintah selaku pemegang saham mayoritas.
"Intinya terserah kepada pemiliknya. Negara berhak mengatur bank-bank yang dimilikinya, terbaik menurut rencananya, sehingga karyawan tidak mempunyai hak menolak dan harus menghargai hak negara sebagai pemegang saham bank-bank pemerintah," kata Sigit.
Menurut Sigit, aksi penolakan yang dilakukan karyawan BTN lebih disebabkan oleh strategi komunikasi yang kurang baik. Untuk itu, rencana tersebut harus dikomunikasikan sesegera mungkin secara baik.
Selain itu, dia melihat pemerintah tidak memiliki cetak biru perbankan nasional yang jelas guna mengarahkan pengembangan perbankan ke depannya agar bisa memiliki daya saing kuat di tingkat nasional dan internasional.
Cetak biru yang ada saat ini, ujar Sigit, baru Arsitektur Perbankan Indonesia yang dirumuskan oleh Bank Indonesia. Itupun hanya mengikat Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan bank-bank nasional.
Di luar itu, pemerintah belum mengeluarkan aturan undang-undang tentang cetak biru perbankan nasional yang bisa mengikat seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah, DPR, OJK, BI, maupun pelaku perbankan nasional.
"Aturan Arsitektur Perbankan Indonesia harus lebih tinggi dari peraturan Bank Indonesia," tandasnya.