Perpanjangan kontrak JICT dan Koja Menguntungkan Secara Nasional
Jadi kita bersyukur sekali kalau akhirnya perpanjangan di setujui dengan perubahan komposisi, yakni pihak lokal melalui PT Pelindo II/IPC menjadi
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Dewan Pemakai Jasa Angkutan Indonesia (Depalindo) menyambut positif perpanjangan kontrak Hutchison Port Holding untuk mengelola terminal pelabuhan Jakarta International Container Terminal dan Terminal Peti Kemas Koja Tanjung Priok, karena menguntungkan secara nasional.
“Jadi kita bersyukur sekali kalau akhirnya perpanjangan di setujui dengan perubahan komposisi, yakni pihak lokal melalui PT Pelindo II/IPC menjadi pemegang saham mayoritas. Ini sangat menguntungkan secara nasional yakni bisa meningkatkan produktifitas dan efektif biaya. Kita juga mendukung perpanjangan dengan digabungkannya Koja dan JICT. Selama ini pengelolaan Koja masih berbentuk Kerjasama Operasional (KSO), sedangkan JICT sudah privatisasi,” tutur Ketua Umum Depalindo Toto Dirgantoro, di Jakarta, Rabu (6/8/2014).
Menurutnya, perpanjangan kontrak ini merupakan preseden positif bagi dunia maritim di Tanah Air, dan diharapkan dapat dijadikan sebagai standar pelayanan terminal pelabuhan agar lebih kompetitif.
“Begitu bisa digabung pengelolaan Koja dan JICT dengan kepemilikan HPH mayoritas, ini luar biasa. Berarti yang kita harapkan kedepan, dilakukan berbagai perbaikan, seperti penguatan dermaga dengan menambah kedalamannya, penambahan peralatan, seperti crane dan perluasan lapangan penumpukan. Bahkan dari sisi sistem, sistem yang diharapkan bisa full autogates, pembayaran full elektronik dan adanya peningkatan SDM supaya tidak ada lagi kontainer keselip, lambat, dan lainnya, sehingga lebih efektif dan produktif,” ucap Toto.
Dengan digabungnya pengelolaan JICT dan Koja, lanjut Toto, Tanjung Priok akan menjadi nasional hub, kargo dari berbagai daerah di Tanah Air seperti Kalimantan, Surabaya, Makassar, tidak transit di Singapura dan Port Klang, tetapi bisa langsung ke Tanjung Priok.
Sehingga dari Priok bisa langsung ke tujuan akhir.
“Tanpa kapal harus singgah ke luar negeri, biaya transit di Port Klang dan Singapura bisa masuk ke Tanjung Priok, devisa selamat, waktu lebih cepat, freight kompepetif,” ujar Toto.
PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II atau IPC dan Hutchison Port Holding (HPH) menandatangani amandemen kerjasama usaha pengelolaan JICT dan Koja pada Selasa (5/8) di Jakarta.
Dengan amandemen ini HPH mendapat perpanjangan waktu mengelola JICT dan Koja hingga tahun 2039, pada kontrak sebelumnya, akan berakhir pada 2019, sedangkan IPC mendapat US$250 juta dan US$10 juta setiap bulan.
Komposisi kepemilikan saham yang dimiliki IPC dan HPH berubah menjadi IPC 51% dan HPH 49%, juga HPH akan mengembalikan pengelolaan terminal II JICT kepada IPC.
Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi mengatakan perpanjangan kontrak HPH di JICT dan Koja sangat menguntungkan secara nasional.
PT Pelindo II/IPC sebagai pemegang konsesi Pelabuhan Tanjung Priok, mendapat peningkatan sewa sekitar US$60 juta per tahun menjadi US$120 juta per tahun. Selain itu IPC mendapat uang muka US$250 juta yang bisa digunakan untuk investasi lainnya.
HPH juga berkomitmen untuk melakukan perbaikan fasilitas di dermaga utara menjadi kedalaman 16 meter dari sebelumnya 14 meter tanpa harus menunggu berakhirnya masa kerja sama pada lima tahun kedepan.
“Dengan adanya tambahan dana, perbaikan fasilitas, akan membatu menurunkan biaya logistik nasional, karena kapal-kapal besar dengan kapasitas 5.000 TEU-18.000 TEU bisa masuk ke Tanjung Priok. Menurut Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), biaya logistik di Indonesia menelan 25%-30% dari gross domestic product atau GDP, tertinggi di kawasan Asia Tenggara, ini nantinya bisa dipangkas dengan kehadiran kapal-kapal besar,” tuturnya.
Menurutnya, perpanjangan kontrak JICT dan Koja ini juga memberikan isyarat kepada dunia bisnis pelabuhan bahwa Indonesia adalah negara yang mengerti betul karakter dasar bisnis maritim, yaitu bersifat global.
Dengan sifat global tadi keberadaan investasi asing di Indonesia adalah keniscayaan.
“Tetapi bukan berarti kita tidak nasionalis dengan memberikan kesempatan kepada asing. Jangan lagi terjebak pada asing versus dalam negeri. Sudah seharusnya pelaku usaha pelabuhan mendukung. Bagi yang tidak, berarti kurang memahami karakter dasar bisnis maritim kita,” tutur Siswanto.
Menurut Siswanto, dengan kehadiran HPH melalui Hutchison Port Indonesia (HPI) di JICT dan Koja, akan mampu menyejajarkan Pelabuhan Tanjung Priok dengan pihak lain.
“Amat sulit membayangkan bagaimana kinerjaPelabuhan Tanjung Priok tanpa mitra seperti HPI. HPI juga mengenalkan budaya baru dalam bisnis pelabuhan kepada kita yakni budaya cepat, rapih, dan transparan,” ucapnya.