Solar Subsidi Dibatasi, Apakah Kuota Tetap Jebol?
Sangat dibutuhkan rakyat namun membebani anggaran negara, itulah dilema yang dihadapi pemerintah dalam penyaluran BBM subsidi
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sangat dibutuhkan rakyat namun membebani anggaran negara, itulah dilema yang dihadapi pemerintah dalam penyaluran bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Nilai subsidi yang terus membengkak tiap tahun membani anggaran yang terbatas, menjadi alasan mengapa pemerintah terus mewacanakan pembatasan ataupun kenaikan harga BBM subsidi.
Segala cara dipikirkan, mulai dari aturan larangan mobil menggunakan BBM subsidi untuk mobil pribadi jenis tertentu, larangan penggunaan BBM subsidi di hari libur, sampai pemberian kuota konsumsi BBM subsidi per hari dengan sistem Radio Frequency Identification (RFID).
Walau masih wacana, namun upaya-upaya itu tujuannya satu, yaitu menurunkan konsumsi BBM subsidi berupa solar dan premium yang terus naik tiap tahun. Selain dari sisi demand atau permintaan, pemerintah juga mewacanakan pelaksanaan subsidi tetap untuk penyaluran BBM.
Dengan skema subsidi tetap maka pemerintah hanya akan menanggung subsidi per liter solar atau bensin dengan jumlah tertentu misalnya Rp 2.000 per liter, sehingga kenaikan harga minyak berapa pun, nilai subsidi yang ditanggung pemerintah akan tetap. Tentu saja yang akan menanggung kenaikan harga adalah masyarakat.
Dari sejumlah wacana tersebut, pemerintah sebenarnya telah melakukan upaya konversi BBM subsidi ke gas. Hanya saja pelaksanaannya belum maksimal karena masih terkendala pasokan gas dan kurangnya stasiun pengisian BBG.
Rencana di atas terus menjadi wacana yang tak kunjung terealisasi. Maklum selain menjadi komoditas ekonomi, subsidi BBM juga menjadi komoditas politik yang sangat seksi untuk dimainkan di tengah tahun politik seperti saat-saat kemarin. Itulah sebabnya walau pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) telah usai, namun beban subsidi yang harus di tanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) belum nampak ujungnya dan tidak terbendung.
Data PT Pertamina menunjukkan, realisasi penyaluran BBM bersubsidi hingga akhir Juni 2014 mencapai 22,9 juta kiloliter dari kuota yang sebanyak 46 juta kiloliter. Realisasi itu naik 1,3% dibanding periode sama tahun lalu.
Dalam APBN-P 2014 anggaran subsidi BBM dipatok sebesar Rp 246,49 triliun, naik dari alokasi sebelumnya dalam APBN 2014 yang sebesar Rp 210,6 triliun. Hingga bulan Juni 2014, realisasi subsidi BBM sudah mencapai Rp 120,70 triliun.
Menurut Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kementerian Keuangan (Kemkeu) Askolani, pemerintah tidak akan menambah alokasi anggaran subsidi BBM. Dia menegaskan anggaran subsidi BBM hanya bisa bertambah apabila nilai tukar rupiah melemah dan harga minyak dunia (ICP) tinggi. "Untuk volume tidak. Itu yang sudah disepakati di undang-undang," katanya.
Inilah yang kemudian membuat pemerintah dan PT Pertamina mengambil langkah pembatasan pasokan dan penyaluran BBM subsidi berjenis solar usai Lebaran, tepatnya pada 1 Agustus 2014. Awalnya pembatasan penjualan solar subsidi hanya dilakukan di wilayah Jakarta Pusat.
Pembatasan penjualan ini diatur dalam Surat Edaran BPH Migas Nomor 937/07/Ka BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014. "Tujuannya untuk menghemat konsumsi BBM bersubsidi. Sebab kuota yang sebelumnya 48 juta kiloliter turun menjadi 46 juta kiloliter," ujar Anggota Komite BPH Migas Ibrahim Hasyim.
Pembatasan perlu dilakukan karena berapa pun pasokan solar subsidi yang diberikan Pertamina ke stasiun pengisian bahan bakar (SPBU) di daerah Jakarta Pusat, selalu habis. Padahal jumlah pengguna BBM subsidi jenis solar di Jakarta Pusat dinilai tidak terlalu banyak. Dengan pengguna yang sedikit, menurut Ibrahim, tidak diperlukan sosialisasi secara massal.
Setelah Jakarta Pusat, konsumsi untuk daerah lain juga mulai dikurangi, terutama di Provinsi Kalimantan dan Sulawesi yang memiliki banyak usaha perkebunan dan pertambangan. Jika berhasil, tak menutup kemungkinan sistem ini akan diberlakukan di daerah lainnya. Pembatasan ini akan di uji coba selama tiga bulan untuk kemudian di evaluasi.
Merujuk pada upaya yang dilakukan di Batam, menurut Ibrahim, pembatasan itu mampu menurunkan konsumsi BBM subsidi hingga 30%. Di wilayah tertentu, penjualan solar bersubsidi juga dibatasi hanya bisa dilakukan sejak pukul 6 pagi sampai 6 sore saja. Sementara itu pada malam hari solar bersubsidi dilarang untuk dijual