Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Perbanas Siapkan Cetak Biru Perbankan untuk Pemerintahan Baru

Perbanas (Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional) ternyata telah menyiapkan Cetak Biru Perbankan (CBP) Indonesia untuk pemerintahan baru mendatang.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Perbanas Siapkan Cetak Biru Perbankan untuk Pemerintahan Baru
Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo
Ketua Perbanas (Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional) Sigit Pramono. 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perbanas (Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional) ternyata telah menyiapkan Cetak Biru Perbankan (CBP) Indonesia untuk pemerintahan baru mendatang. Bank asing bisa jelas kepemilikan saham sampai berapa persen, peran perbankan juga bisa lebih jelas dan kepastian hukum tidak seperti masa lalu, berganti pemerintahan berganti parlemen, berganti pula kebijakan perbankannya.

"Peran bank swasta, bank pemerintah, bank daerah dan lainnya harus jelas, tidak berubah-ubah seperti pergantian pemerintahan maka terjadi perubahan. Misalnya peran untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, harus bisa memberikan perlindungan sama baik swasta dan pemerintah serta asing dan bank daerah," ungkap Ketua Perbanas Sigit Pramono, khusus kepada Tribunnews.com, Rabu (20/8/2014).

Menurut pria kelahiran Batang, Jawa Tengah 14 November 1958 yang pernah duduk sebagai pimpinan bank asing, bank BNI, bank Mandiri dan Bank BII tersebut, isu bank Asing tak pernah berhenti diangkat, selain sensitif sekaligus menarik sebagai bahan kampanye saat pemilihan umum di kalangan politisi.

"Dengan adanya CBP akan jelas tertuang apakah saja peran asing, apakah mereka sudah sesuai dalam memberikan kontribusi pajak, SDM, alih teknologi atau keahlian lain. Mereka harus punya peran. Kalau ada kesepakatan utama demikian maka nantinya tidak akan ada lagi persoalan terhadap bank asing," kata Sigit.

Sigit memberikan contoh Citibank NA. "Amerika Serikat tidak mempersoalkan Citibank. Padahal pemegang saham individu terbesarnya adalah orang (Pangeran) Arab, Amerika tidak pernah mempersoalkan hal itu," ujarnya.

CBP inilah yang akan disampaikan Perbanas nantinya kepada pemerintahan baru mendatang.

BERITA TERKAIT

"Kalau kita punya CBP maka kita tidak akan berkutat kepada sentimen politik dan sok populis berlaku sekitar peristiwa-peristiwa politik. Kalau demikian kita menjadi tidak pernah dewasa dalam mengelola perekonomian perbankan kita," ungkapnya.

"Dulu memang ada Arsitektur Perbankan Indonesia (API) merupakan produk Bank Indonesia yang ada levelnya di bawah UU. Tidak ikut kepentingan lain selain perbankan. Sedangkan Parlemen pemerintah sebagai stakeholder lain seolah tidak terkait dengan API ini. Disahkan DPR 5 tahun berganti saat pemerintahan dan parlemen berganti, jadi berubah semua. Kita harus memikirkan jangka panjang dengan Konsensus Nasional CBP tersebut dan itulah sebabnya Perbanas akan mengusulkan dan memberikan sumbangan ini ke pemerintahan yang baru mendatang," jelas Sigit.

Bank merupakan jantung perekonomian. Tugas perbankan menghimpun dana dari masyarakat lalu menyalurkan lagi dalam bentuk kredit.

"Perbankan penting. Fungsi dan keberadaan perbankan Indonesia saat ini sedang bagus-bagusnya. Bahkan salah satu terbaik di dunia kinerja potensi pasar saat ini dibandingkan Amerika Eropa dan bahkan Jepang. Tetapi kita seringkali lupa kalau punya bank, tidak banyak perhatian di saat bagus ini, lupa pelunya CTP. Itulah sebabnya dua calon presiden kita kemarin hanya bicara mau dirikan bank ini itu saja. Mau bank pertanian, bank nelayan, bank UMKM, bank infrastruktur dan lain-lain. Kita masih perlu konsolidasi perbaikan modal perbankan agar jauh lebih kuat dan apabila terjadi krisis serupa kita bisa bertahan baik," jelas Sigit.

Peruntukan perbankan 20 persen untuk usaha kecil menengah (UKM) yang coba dinaikkan jadi 25 persen dan sebagainya.

"Sebenarnya bukan soal permodalan saja UKM itu, tetapi banyak masalah lain harus diperhatikan misalnya masalah produksi, pemasaran dan sebagainya. Kalau cuma obat mujarab kasih modal saja, nanti muncul banyak lagi NPL (non performing loans) akan banyak kredit macet. Jadi semua itu harus diatur sebenarnya berdasarkan CBP sehingga jelas semuanya nantinya," kata pria yang menikahi Sri Rahayu Kusindini.

Sigit Pramono memperoleh gelar Master of Business Administration dari Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya, Jakarta pada tahun 1995 dan Sarjana Manajemen Perusahaan dari Universitas Diponegoro, Semarang pada tahun 1983. Pendidikan lainnya yang pernah diikuti adalah Syndicated Loan di Singapura (1997), Leasing di Leasing School in Salt Lake City, Utah, Amerika Serikat (1990) dan International Treasury Management Program di Singapura (1985).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas