Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Efek BBM Hanya Sesaat ke Pasar Modal

kisruh terkait BBM bersubsidi belakangan ini menekan pasar modal

Editor: Budi Prasetyo
zoom-in Efek BBM  Hanya  Sesaat ke  Pasar  Modal
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Perdagangan bursa efek resmi dibuka oleh Wakil Presiden, Boediono di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta Selatan, Kamis (2/1/2014). Perdagangan dibuka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat pada angka 4.300-4.303 pada pukul 09.01 WIB. IHSG pagi ini menguat dibandingkan pada saat penutupan BEI Senin (30/12/2013) lalu pada poin 4.274.18. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM.JAKARTA- Investor pasar modal berharap pertemuan antara presiden terpilih Joko Widodo dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Bali, kemarin, bisa memberikan kepastian arah kebijakan harga BBM bersubsidi.
Reza Nugraha, analis MNC Securities menilai, kisruh terkait BBM bersubsidi belakangan ini menekan pasar modal. Investor mengkhawatirkan berita kelangkaan BBM di sejumlah daerah.

Persoalan itu, jika dibiarkan, bisa memicu masalah tambahan semisal lonjakan inflasi dan tentu menekan sektor riil. Pertemuan SBY-Jokowi di Bali, lanjut Reza, semestinya bisa menghasilkan solusi baik jangka pendek maupun panjang mengenai penyelesaian masalah BBM. "SBY dan Jokowi semestinya bisa memberikan kepastian kapan harga BBM bersubsidi akan dinaikkan," terang Reza, Rabu (27/8). Kendati demikian, dia menerka, Presiden SBY akan "buang badan" dengan tak mengerek harga BBM subsidi. Maklum, SBY terkenal menganut kebijakan populis. Jika itu terjadi, kenaikan harga premium mungkin baru terjadi tahun depan.

William Surya Wijaya, analis Indosurya Securities menambahkan, kisruh terkait kebijakan BBM subsidi menimbulkan ketidakpastian lantaran terlalu dipolitisasi. Padahal, secara umum, masyarakat sudah siap mengantisipasi kenaikan harga BBM bersubsidi. Investor sangat memperhatikan kondisi makro ekonomi Indonesia yang kian berat akibat tingginya beban subsidi BBM. Kekhawatiran ini sudah terindikasi dari kian melebarnya defisit transaksi berjalan. Pada kuartal II 2014, defisit transaksi berjalan membengkak menjadi US$ 9,1 miliar atau 4,27% dari PDB. Sebelumnya pada kuartal I defisit sebesar US$ 4,02 miliar atau 2,05% dari PDB.

Beban kian berat seiring tingginya anggaran subsidi energi di tahun depan, yaitu mencapai Rp 291,1 triliun naik dari tahun ini yang Rp 246,49 triliun. Kendati begitu, para analis menerka laju IHSG tidak bergerak ekstrem lantaran kebijakan BBM.
Kiswoyo Adi Joe, analis Investa Saran Mandiri memprediksi, jika harga BBM naik tahun ini, IHSG tertekan selama sebulan, kemudian bergerak naik lagi. Hampir semua sektor terimbas, seperti transportasi, konsumen, ritel, properti dan perbankan. Level support-resistance IHSG di tahun ini diprediksi di 4.800-5.500.

Reza dan William melihat level tertinggi IHSG tahun ini tidak terpengaruh kebijakan harga BBM. Reza memprediksi IHSG tetap bergerak ke level 5.250 di akhir tahun. Adapun William melihat lebih optimis yaitu di 5.625.(KONTAN/ Veri Nurhansyah Tragistina)

Berita Rekomendasi
Tags:
Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas