GMF Berkibar Justru Saat Rupiah Melemah
GMF yang bergerak dalam bidang pemeliharaan dan perbaikan pesawat terbang itu, justru mensyukuri pelemahan rupiah.
Editor: Budi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM.JAKARTA. Jika beberapa perusahaan mengeluhkan tren nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) yang melemah, tidak demikian halnya dengan PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia. Anak perusahaan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang bergerak dalam bidang pemeliharaan dan perbaikan mesin maupun badan pesawat terbang itu, justru mensyukuri pelemahan rupiah.
Pasalnya, 95% pendapatan Garuda Maintenance dalam dollar AS. Sementara porsi pengeluaran dalam dollar AS lebih kecil, yakni 65%. Dus, perusahaan itu meyakini bisa mengantongi target pendapatan tahun ini US$ 255 juta - US$ 257 juta. Perusahaan itu juga optimistis mencapai target laba bersih US$ 15 juta.
Hingga akhir semester I-2014, Garuda Maintenance sudah membukukan pendapatan US$ 165 juta, atau 64,71% dari target. Sementara perolehan labanya adalah US$ 8 juta atau 53,33% dari target.
Namun, rupanya pelemahan kurs mata uang garuda tak 100% berdampak positif terhadap Garuda Maintenance. Perusahaan juga kena imbas buruk atas kondisi itu.
Garuda Maintenance mengakui sudah mendapati keterlambatan masuknya perbaikan pesawat. Musababnya adalah kondisi keuangan para perusahaan maskapai penerbangan, yang terpapar pelemahan rupiah.
Maklum, pengoperasian pesawat memanfaatkan avtur yang dibeli dalam mata uang dollar AS. "Sekarang kendalanya bayarnya terlambat. Secara cash flow sudah terasa," kata Richard Budiarjo, Direktur Utama Garuda Maintenance Facility kepada KONTAN, beberapa waktu lalu.
Hanggar keempat
Namun, Richard memastikan hingga akhir tahun nanti target pendapatannya tak akan terganggu keterlambatan pembayaran itu. Sebagai gantinya, dia mengakui keterlambatan pembayaran itu bisa terasa pada tahun depan. Padahal perusahaan itu ingin mengejar target pendapatan US$ 300 juta pada 2015.
Menyadari upaya mencapai target pendapatan di 2015 menghadapi tantangan besar, Garuda Maintenance menyiapkan rencana strategis yakni mengoperasikan hanggar keempat pada akhir tahun nanti. Hanggar yang terletak di bandar udara Soekarno-Hatta Banten itu berukuran 57.000 meter persegi (m²), atau terbesar dibandingkan dengan tiga hanggarnya yang lain.
Hanggar itu akan menjadi hanggar pesawat berbadan sempit atau neurobody terbesar di dunia dengan daya tampung 16 pesawat. "Di Indonesia yang punya fasilitas pengecekan pesawat di ruang tertutup baru kami. Singapore Airlines saja belum punya," klaim Richard.
Pembangunan hanggar keempat itu sudah mencapai 90%. Kalau tak ada aral, pasca pemasangan beberapa peralatan, hanggar itu sudah bisa beroperasi pada November.
Garuda Maintenance berencana mengandalkan area pengecatan pesawat di hanggar anyar itu untuk menggenjot pendapatan. Tanpa menyebutkan nominal, Richard optimistis dalam tiga tahun beroperasi, hanggar itu itu bisa meningkatkan pendapatan hingga 30% lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Selain hanggar keempat itu, Garuda Maintenance diketahui juga berencana membangun satu lagi hanggar di Bintan Kepulauan Riau. Hanya, saat ini perusahaan itu masih dalam tahap mengurus izin.
Asal tahu saja, sejauh ini sang induk usaha, Garuda Indonesia berkontribusi 73%-75% bagi pendapatan Garuda Maintenance. Sisa kontribusi berasal dari perusahaan maskapai penerbangan domestik dan luar negeri. Kebanyakan pelanggannya dari luar negeri memanfaatkan jasa perawatan pesawat kargo.(KONTAN/RR Putri Werdiningsih )