Ekonom: Harga BBM Naik, Ekonomi Melambat
Namun, dampaknya hanya bersifat sementara karena ada pembalikan arah menuju titik equilibirum baru.
Penulis: Arif Wicaksono
Editor: Hasanudin Aco

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Destry Damayanti, ekonom Bank Mandiri, menuturkan bahwa kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Namun, dampaknya hanya bersifat sementara karena ada pembalikan arah menuju titik equilibirum baru.
Dia mengatakan bahwa kebijakan kenaikan BBM akan mengurangi pertumbuhan ekonomi meskipun akan memberikan defisit neraca pembayaran yang lebih sehat ketimbang jika tidak dinaikan.
"Pertumbuhan ekonomi mungkin akan melambat namun defisit neraca pembayaran dengan Produk Domestik Bruto (PDB) akan mengecil," kata Destry di kantor Bank Mandiri, jakarta, Rabu (15/10/2014).
Dia mengatakan bahwa dengan kenaikan harga sebesar Rp 3000 per liter atau 46,2 persen maka pertumbuhan ekonomi pada 2014 akan mencapai 5,23 persen. Kondisi yang berbeda jika kenaikan Rp 1000 per liter atau 15,4 persen yang membuat pertumbuhan ekonomi akan sebesar 5,28 persen pada tahun yang sama.
Namun dalam jangka panjang kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 3000 per liter akan menyimpan beban subsidi sebesar Rp 141 triliun. Berbeda dengan kenaikan sebesar Rp 1000 per liter yang hanya menyimpan beban subsidi sebesar Rp 47 triliun.
"Dampaknya adalah defisit neraca pembayaran akan menurun, jika dinaikan sebesar Rp 3000 per liter maka defisit neraca pembayaran dengan PDB akan mencapai 3,13 persen, sedangkan pada 2015 rasio dengan PDB akan mencapai 2,74 persen," katanya