Kembangkan Industri Sabut Kelapa ke Kaltim dan Sulteng
Sabut kelapa yang melimpah di Penajam Paser Utara belum banyak dimanfaatkan oleh para petani menjadi produk bernilai
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI) terus mengembangkan jaringan bisnisnya ke beberapa daerah penghasil buah kelapa terbesar di Indonesia. Setelah sukses menggarap potensi sabut kelapa di daerah Lampung, Riau, Sumatera Barat, Aceh dan Maluku Utara, kini AISKI mulai melirik Kalimantan Timur (Kaltim) dan Sulawesi Tengah (Sulteng).
“Insya Allah, awal tahun 2015, kita mulai operasional di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur dan Toli – Toli, Sulawesi Tengah. Kedua daerah ini memiliki potensi sabut kelapa yang cukup besar, tapi belum tersentuh pengembangan,” ungkap Ketua Umum AISKI, Efli Ramli dalam siaran persnya yang diterima Tribunnews.com, Kamis (16/10/2014).
Pernyataan ini disampaikan Efli usai mendampingi Lukman Daulat, delegasi pengusaha asal Palu, Sulawesi Tengah yang melakukan study banding pengolahan sabut kelapa di Krui, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung. Sebelumnya, Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) AISKI, Ady Indra Pawennari, juga menerima delegasi pengusaha dari Kalimantan Timur yang melakukan study banding pengolahan sabut kelapa di Riau.
Menurut Efli, potensi sabut kelapa yang melimpah di Penajam Paser Utara dan Toli – Toli belum banyak dimanfaatkan oleh para petani menjadi produk bernilai ekonomi. Hal itu disebabkan pengetahuan petani yang masih lemah terhadap manfaat dan nilai bisnis yang bisa dihasilkan dari produk sabut kelapa.
“AISKI siap membantu memberi pelatihan keterampilan kepada para pengusaha pemula dan petani kelapa di daerah, sehingga mereka memiliki pengetahuan yang cukup tentang manfaat sabut kelapa. Bahkan, AISKI siap memfasilitasi study banding ke beberapa daerah yang sudah maju dalam pengolahan sabut kelapanya,” tambahnya.
Potensi Pasar
Soal pasar produk sabut kelapa, Efli yang baru saja pulang melakukan perjalanan bisnis ke negeri Tiongkok menyatakan optimismenya. Apalagi, mutu dan kualitas coco fiber asal Indonesia mulai digemari konsumen pasar internasional.
“Sampai saat ini, kita belum bisa memenuhi permintaan Tiongkok. Bayangkan saja, dari beberapa perusahaan industri matras sabut kelapa di Tiongkok yang menjalin komunikasi dengan AISKI, kebutuhannya mencapai 2.000 ton per hari,” bebernya.
Berdasarkan catatan AISKI, Provinsi Sulawesi Tengah merupakan daerah penghasil buah kelapa terbesar ke – 7 di Indonesia dengan luas lahan kebun kelapa seluas 177.192 hektar dengan produksi buah kelapanya diperkirakan mencapai angka 697 juta butir per tahun. Dengan demikian, Provinsi Sulawesi Utara memiliki potensi produksi serat sabut kelapa (coco fiber) sekitar 104 juta ton per tahun dan serbuk sabut kelapa (coco peat) sebanyak 271 juta ton per tahun.
Setiap butir sabut kelapa rata-rata menghasilkan coco fiber sebanyak 0,15 kilogram dan coco peat sebanyak 0,39 kilogram. Harga penjualan coco fiber di pasar dalam negeri saat ini berkisar Rp2.500 – Rp3.500 per kilogram dan coco peat berkisar Rp1.000 – Rp2.500 per kilogram.