Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Subsidi BBM Menghambat Pembangunan Infrastruktur

Dewan Perwakilan Rakyat tidak akan mempermasalahkan rencana pengalihan subsidi BBM yang akan dilakukan pemerintah

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Subsidi BBM Menghambat Pembangunan Infrastruktur
WARTA KOTA/ANGGA BHAGYA NUGRAHA
Ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat tidak akan mempermasalahkan rencana pengalihan subsidi BBM yang akan dilakukan pemerintah. Wakil ketua komisi VII DPR-RI Satya W Yudha pengalihan subsidi BBM harus kepada program yang pro-rakyat.

"Kita dipilih oleh rakyat dan harus memastikan kebijakan itu menguntungkan rakyat,"katanya di Jakarta, Rabu (12/11/2014)

Menurut Satya, saat ini terdapat 1,2 juta penduduk miskin dan hampir miskin di  Indonesia. Pemerintah berkewajiban untuk mengaja daya beli mereka akibat pengalihan subsidi BBM tersebut.

Sementara itu, Pakar ekonomi dari Universitas Andalas, Prof DR Elfindri, menilai tepat rencana  pemerintah mengalihkan subsidi BBM kepada pembangunan infrastruktur di Indonesia.  Artinya infrastruktur bisa dibangun dibiayai dengan perubahan kompensasi," katanya.

Elfindri mengaku pernah mengusulkan kepada pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM, pada 2011, dan dialihkan kepada pertumbuhan infrastruktur di Tanah Air.

Artinya, secara bertahap subsidi BBM perlu segera dikurangi, misalnya dari Rp60 triliun menjadi Rp 40 triliun pada tahun berikutnya dan kemudian dikurangi lagi menuju titik nol.

“Selama ini subsidi BBM dalam realisasinya tidak tepat sasaran. Dan dibakar di jalan begitu saja. Tak ada manfaat positif buat rakyat. Penikmat BBM bersubsidi 70%-nya adalah masyarakat kategori mampu secara ekonomi,”tambahnya.

Berita Rekomendasi

Persoalan muncul ketika subsidi terhadap harga tersebut memicu disparitas harga BBM bersubsidi dengan BBM nonsubsidi yang cukup melebar.

Anggaran seluruh subsidi dalam APBN 2015 sebesar Rp 433 triliun. Khusus untuk subsidi energi menhabiskan Rp 344,7 triliun yang terdiri dari subsidi BBM Rp 276 triliun dan subsidi listrik Rp 68,68 triliun.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menilai secara umum kondisi makro ekonomi Indonesia masih dalam dalam kondisi dilematis karena secara fundamental masih kurang kuat. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengaku BI telah menyarankan kepada pemerintah segera mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) sebagai upaya untuk membenahi kondisi fundamental ekonomi ke depan.

Salah satu penyebab defisit adalah besarnya impor BBM yang telah berlangsung. Per bulannya tercatat terjadi impor BBM hingga 4 miliar dolar AS.

"Itu kan jumlah yang sangat besar. Dan itu kan menggunakan devisa kalau ekspor nasional sedang melemah karena harga batu bara, sawit, dan karet turun, ya tentunya akan baik kalau impor BBM turun, salah satu caranya memang harus ada penyesuaian harga BBM," kata Mirza di Surabaya, beberapa waktu lalu.

Selain itu, Menurut Mirza perlu adanya diversivikasi energy karena tingginya impor BBM berpengaruh kepada kerentanan tingkat inflasi di Indonesia.

"BI kini mencermati tantangan inflasi terkait rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) apakah akan dilakukan dalam waktu dekat atau di tahun depan," katanya.

Bank Indonesia sendiri saat ini masih mencermati dampak inflasi jika pemerintah menaikan harga BBM, "BI kini mencermati tantangan inflasi terkait rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) apakah akan dilakukan dalam waktu dekat atau di tahun depan," katanya.

Lebih lanjut Mirza menjelaskan diperlukan kebijakan yang berkaitan dengan membuat harga BBM sesuai dengan harga pasar pada umumnya. Jika hal tersebut dilakukan, ada harapan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik. Dia juga mencontohkan kondisi harga BBM di Filipina yang dijual tanpa subsidi.

"Kita seharusnya malu dengan Filipina yang sangat bagus mengelola makro ekonominya. Subsidi BBM ini kondisi yang harus diselesaikan. Tapi bagaimanapun juga harus dicari jalan agar masyarakat kecil tidak terlalu terpukul. Diversivikasi energi juga perlu agar tidak tergantung pada satu energi saja, " ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas