Kenaikan Harga BBM, Kerek BI Rate Jadi 7,75 Persen
Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
![Kenaikan Harga BBM, Kerek BI Rate Jadi 7,75 Persen](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/antrean-bbm-di-spbu-medan_20141118_091614.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Untuk menekan inflasi terkait dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 7,75 persen dari sebelumnya 7,5 persen.
Keputusan tersebut diambil setelah BI melakukan Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang memutuskan untuk memperkuat bauran kebijakan dalam merespon kebijakan pemerintah untuk menaikkah harga bbm bersubsidi. Demikian mengutip keterangan tertulis BI, Jakarta, Selasa (18/11/2014).
Adapun RDG tersebut menghasilkan lima poin, pertama menaikan BI Rate jadi 7,75 persen dengan suku bunga Lending Facility naik sebesar 50 bps menjadi 8,00 persen dan suku bunga Deposit Facility tetap pada level 5,75 persen berlaku efektif sejak 19 November 2014.
Kenaikan BI Rate ditempuh untuk menjangkar ekspektasi inflasi dan memastikan bahwa tekanan inflasi pasca kenaikan harga BBM bersubsidi tetap terkendali, temporer, dan dapat segera kembali pada lintasan sasaran yaitu 4±1 persen pada tahun 2015.
Kebijakan tersebut juga konsisten dengan kemajuan dalam mengelola defisit transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat. Pelebaran koridor suku bunga operasi moneter dimaksudkan untuk menjaga kecukupan likuiditas dan mendorong pendalaman pasar keuangan.
Kedua, mempersiapkan penyesuaian kebijakan makroprudensial guna memperluas sumber-sumber pendanaan bagi perbankan sekaligus mendukung pendalaman pasar keuangan serta mendorong penyaluran kredit ke sektor-sektor produktif yang prioritas.
Kebijakan ini antara lain meliputi, perluasan cakupan definisi simpanan dengan memasukkan surat-surat berharga yang diterbitkan bank dalam perhitungan LDR dalam kebijakan GWM-LDR, dan pemberian insentif untuk mendorong penyaluran kredit UMKM.
Ketiga, memperkuat kebijakan sistem pembayaran untuk mendukung kelancaran dan perluasan penyaluran program-program bantuan dari Pemerintah kepada masyarakat guna mengurangi dampak kenaikan harga BBM melalui penggunaan uang elektronik dan implementasi Layanan Keuangan Digital (LKD).
Keempat, melanjutkan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai kondisi fundamentalnya. Kebijakan reformasi subsidi BBM diyakini dapat memperkuat konfiden pasar dan perbaikan transaksi berjalan sehingga akan lebih kondusif pada pergerakan nilai tukar Rupiah ke depan.
Kelima, memperkuat langkah koordinasi bersama Pemerintah baik Pusat maupun Daerah dengan fokus pada upaya untuk meminimalkan potensi tekanan inflasi khususnya dari sisi kenaikan tarif angkutan dan terjaganya harga pangan.
Penguatan koordinasi juga diintensifkan untuk peningkatan stimulus fiskal ke sektor produktif dan kebijakan reformasi struktural lanjutan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
BI meyakini bahwa penguatan bauran kebijakan serta koordinasi yang erat dengan Pemerintah mampu menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.
Bi menyambut baik kebijakan reformasi fiskal Pemerintah untuk realokasi anggaran subsidi BBM ke sektor yang produktif. Kebijakan reformasi fiskal ini merupakan langkah mendasar dan sebagai bagian penting dari reformasi struktural dalam memperkuat fundamental perekonomian Indonesia.
Meskipun terjadi peningkatan harga dalam jangka pendek, dengan bauran kebijakan Bank Indonesia dan koordinasi kebijakan yang erat dengan Pemerintah tekanan inflasi diyakini akan tetap terkendali dan bersifat temporer.
Kebijakan tersebut diyakini akan mengurangi impor minyak sehingga dapat mengurangi defisit transaksi berjalan khususnya di sisi defisit neraca perdagangan migas yang selama ini masih besar. Kebijakan Pemerintah dalam penyaluran bantuan kepada masyarakat juga akan memitigasi penurunan daya beli masyarakat sehingga tetap dapat kondusif bagi pertumbuhan konsumsi swasta.
Lebih dari itu, realokasi anggaran subsidi ke pengeluaran untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur dan berbagai kegiatan produktif akan meningkatkan kapasitas fiskal pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkesinambungan.
Secara keseluruhan, Bank Indonesia meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2015 dapat mencapai 5,4 persen sampai 5,8 persen dan akan lebih tinggi dalam jangka menengah-panjang dengan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang tetap terjaga.