Perdagangan Surat Utang RI Jauh di Bawah Malaysia dan Thailand
Surat utang Indonesia dalam mata uang rupiah yang dapat diperdagangkan baik korporasi maupun pemerintah
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, perkembangan surat utang atau obligasii di Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan negara lainnya, seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura.
"Jumlah outstanding surat utang Indonesia ekuivalen dengan dollar AS masih termasuk tertinggal," kata Bambang di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (21/11/2014).
Menurut Bambang, melihat data akhir Juli 2014 outstanding surat utang Indonesia dalam mata uang rupiah yang dapat diperdagangkan baik korporasi maupun pemerintah, mencapai 123 miliar dollar AS.
"Ini di bawah Malaysia 328 miliar dollar AS, Thailand 283 miliar dollar AS, dan Singapura 247 miliar dollar AS. Bahkan terlalu jauh jika dibandingkan dengan Korea Selatan yang sudah mencapai 1.759 miliar dollar AS," tutur Bambang.
Dengan kondisi seperti tersebut, Bambang menilai perlunya upaya pengembangan pasar surat utang Indonesia yang terarah dan berkesinambungan.
Bambang mengklaim, saat ini Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan tengah berkoordinasi secara intensif dalam membahas inisiatif yang perlu dilakukan untuk pengembangan surat utang.
"Berbagai inisiatif yang dibahas meliputi perkembangan pasar repo surat utang, pengembangan infrastruktur perdagangan, termasuk electronic trading platform, dan juga penyempurnaan regulasi terkait investasi pasar surat utang," ujarnya.
Sementara itu, perkembangan surat utang di dalam negeri selama lima tahun terakhir, dijelaskan Bambang sudah cukup meningkat. Di mana, outstanding surat berharga negara dalam mata uang rupiah yang dapat diperdagangkan dari Rp 581,7 triliun di akhir 2009 menjadi Rp 1.220,9 triliun atau naik 110 persen. Sedangkan obligasi korporasi bertumbuh 140 persen dari Rp 88,5 triliun menjadi Rp 217,4 triliun pada akhir Juli 2014.