Penghapusan Premium Tidak Bisa Mendadak
Pemerintah harus menolak rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas (TRTKM) soal menghapus bbm jenis premium RON 88
Penulis: Sanusi
![Penghapusan Premium Tidak Bisa Mendadak](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/pengelolaan-bbm-bersubsidi_20141221_165454.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah harus menolak rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas (TRTKM) yang mengusulkan agar pemerintah menghapus bahan bakar minyak jenis Premium RON 88 secara serentak.
"Kita harus tolak kalau dijalankan secara mendadak, yang katanya antara 3-5 bulan, karena rekomendasi tersebut saya melihat belum mempertimbangkan seluruh aspek," tegas Marwan Batubara, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) di Jakarta, Selasa (23/12/2014).
Rekomendasi TRTKM baru sebatas hasil kajian atas aspek finansial karena adanya dugaan penyelewengan atau mafia. Sementara aspek strategis nasional lainnya, di antaranya ketahanan energi, kebutuhan NOC, ekonomi terkait pengilangan di dalam negeri, dividen yang dibayarkan Pertamina, dan sebagainya belum dikaji.
"Saya tidak melihat itu sudah dikaji secara komprehensif untuk dijadikan pertimbangan dalam membuat rekomendasi. Jadi intinya, untuk membuat rekomendasi itu dibutuhkan semua aspek. Rekomendasi ini baru 1/3 atau 1/5 aspek yang baru diambil, sehingga seperti itulah rekomendasi yang dihasilkan," tandasnya.
Atas dasar itu, Marwan berpandangan pemerintah tidak harus menerima dan menelan mentah-mentah rekomendasi TRTKM tersebut untuk dijadikan kebijakan. Terlebih, rekomendasi tersebut disinyalir berbau kepentingan asing, yakni pihak asing agar bisa menjual BBM secara ritel di Indonesia.
"Indonesia adalah pasar besar. Asing itu dari dulu terus berupaya, tapi terhambat dengan adanya BBM Premium bersubsidi. Kalau langsung rekomendasi begitu saja dituruti, banyak sekali kerugian yang akan kita alami. Secara nasional, ketahanan energi akan turun, dominasi BUMN akan turun, dividen dari Pertamina akan turun, lalu ketahanan energi kita akan tergantung asing," tegasnya.
Marwan mensinyalir kebijakan ini demi mendukung kepentingan asing melalui anggota TRTKM yang pro asing. "Jangan lupa, di tim itu ada oknum dari BPH yang dulu mendukung Shell untuk menjual BBM PSO di Jatim. Dia justru lebih mendukung penjualan itu oleh swasta dibanding oleh Pertamina," ungkapnya.
Bahkan, lanjut Marwan, ia mendapatkan informasi dari anggota TRTKM lainnya, bahwa anggota tim itu yang getol dan berupaya keras menggolkan rekomendasi tersebut menjadi kebijakan. "Kita tak usah sebut nama, tapi kita berharap Pak Faisal Basri itu konsisten, dia misalnya bersuara untuk kebaikan negara, maka dia harus bersihkan orang-orang yang ada di dalam tim dari kepentingan sempit," tegasnya.
Sependapat dengan Marwan, Faisal Yusra, Presiden Konfederasi Serikat Pekerta Migas Indonesia (KSPMI), menegaskan penghapusan Premium RON 88 akan menghancurkan bisnis Pertamina dan menggelar karpet merah bagi perusahaan asing.
"Pesaing Pertamina yang ada saat ini hanya memilih atau mau jualan BBM hanya di kota-kota besar saja. Asing dan swasta nasional lebih memikirkan 'untung' dan nyaris tidak bersedia 'berkorban' buat kepentingan masyarakat dengan 'jualan' BBM di pelosok-pelosok terpencil di Tanah Air," tegasnya.
Terlebih, saat ini begitu mudahnya asing memndirikan SPBU yang berbanding terbalik jika Pertamina ingin mendirikan SPBU di negara-negara lain, sehingga Pemerintah Indonesia harus memperketat persyaratan demi melindungi BUMN milik rakyat.
"Ini baru fair, harusnya jadi persyaratan yang ditetapkan Pemerintah ketika ada perusahaan asing akan bangun SPBU di negeri kita, Pertamina pun boleh bangun di negara itu. Tapi sayanganya Pemerintah kok tidak punya inisiatif seperti itu?" katanya.
Bila pemerintah menginginkan Pertamina menjadi perusahaan besar mendunia, maka sebaiknya penghilangan Premium 88 baru dapat dilakukan setelah Pertamina membangun kilang baru dengan complexity tinggi.
Pemerintah juga harus mendorong Pertamina agar membangun beberapa kilang berkapasitas kumulatif 1,6 juta barel untuk penuhi kebutuhan secara ekonomis.Setelah kilang baru dibangun dan distribusi BBM sudah terlaksana secara merata se-Indonesia, silakan Pemerintah menentukan penghapusan RON 88.
"Tanpa bangun refinery baru dengan complexity yang tinggi, maka penghapusan premium RON 88 adalah bencana bagi Pertamina, perusahaan milik rakyat. Ini harus dihentikan," tegasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.