Pengamat: Masa Batu Akik Rp1 Juta Kena Pajak Barang Mewah?
"Kebijakan ini terlalu mengada-ngada. Ini karena harga barang nantinya gak jelas," kata Rony dalam keterangannya, Senin (26/1/2015).
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Rendy Sadikin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana pemerintah untuk mengutip pajak barang mewah (PPnBM) terhadap sejumlah barang konsumsi ritel menuai kritik. Langkah ini bahkan dinilai sebagai ketidakmampuan pemerintah untuk mengail penerimaan pajak dari sektor yang lebih besar potensi pajaknya.
Pengamat Perpajakan dan Keuangan Negara Universitas Pelita Harapan (UPH) Rony Bako menuturkan, kebijakan tersebut berpotensi membuat masyarakat resah. Ini karena jenis barang yang dianggap mewah nantinya bisa diperdebatkan.
"Kebijakan ini terlalu mengada-ngada. Ini karena harga barang nantinya gak jelas," kata Rony dalam keterangannya, Senin (26/1/2015).
Menurutnya, pemerintah harusnya lebih mengutamakan pengejaran pajak-pajak besar, kasus-kasus pajak, aksi transfer pricing, carut marut restitusi dan perbaikan regulasi untuk meraih penerimaan pajak lebih besar, ketimbang mengurusi perluasan pengenaan PPnBM.
"Nggak layaklah batu akik Rp1 juta masuk barang mewah. Penerimaan yang didapat, tak sebanding dengan upayanya," ujarnya
Dalam Rancangan APBN-Perubahan 2015, pemerintah meningkatkan target penerimaan pajak sebanyak Rp110 triliun menjadi Rp1.490 triliun dari target di APBN 2015 sebesar Rp1.380 triliun. Pemerintah mengaku perlu mencari tambahan pajak lantaran asumsi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) turun drastis.
Dalam RAPBN-P 2015, pemerintah memangkas target PNBP minyak dan gas bumi (migas) hampir Rp130 triliun dari Rp224,3 triliun di APBN 2015. Di RAPBN-P 2015, PPh nonmigas ditargetkan naik dari Rp555,7 triliun menjadi Rp629,8 triliun.
Pajak pertambahan nilai (PPN) meningkat dari Rp525 triliun menjadi Rp576,5 triliun. Nilai pajak lainnya dinaikkan dari Rp5,7 triliun menjadi Rp11,7 triliun. Untuk pajak bumi dan bangunan, porsinya tetap Rp26,7 triliun.