Minat Tinggal di Hunian Vertikal Kini Sudah Mengalami Pergeseran
Tinggal di hunian vertikal memang sudah mengalami pergeseran
Editor: Budi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM.JAKARTA -Minat keluarga dan eksekutif muda untuk tinggal di hunian vertikal seperti rusun, apartemen, atau kondominium semakin meningkat.
Properti kelas menengah dengan kisaran harga Rp 300 juta hingga Rp 700 juta bukan lagi sekadar lahan investasi melainkan dibeli untuk dijadikan tempat tinggal sendiri.
“Tinggal di hunian vertikal memang sudah mengalami pergeseran. Jika sebelumnya banyak dilakukan kalangan atas kini mulai mengalami pergeseran ke kalangan menengah,” kata Ketua Umum Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun Indonesia Madani (P3RISMA) Yusran JB di sela-sela Silaturrahmi P3RISMA
Penyebab terjadinya pergeseran kalangan muda untuk tinggal di hunian vertikal atau apartemen dan sejenisnya antara lain disebabkan oleh terbatas dan tingginya harga lahan untuk mendirikan rumah tapak di daerah perkotaan.
Selain itu banyaknya kalangan muda yang pernah mengenyam pendidikan di luar negeri juga menjadi pemicu meningkatnya minat tinggal di hunian vertikal.
“Umumnya para mahasiswa Indonesia saat menuntut ilmu di luar negeri tinggal di hunian vertikal sehingga ketika pulang ke tanah air kebiasaan tersebut tetap mereka lanjutkan,” tambah Yusran.
Bagi masyarakat perkotaan yang sibuk dan keterbatasan waktu membuat pilihan untuk tinggal di hunian vertikal atau apartemen dinilai lebih praktis. Hunian ini umumnya tidak terlalu luas sehingga waktu dan energi yang diperlukan untuk membersihkan dan merapihkan ruangan tidak terlalu besar.
Ditambah lagi penghuni bangunan ini juga tidak perlu direpotkan untuk mengurus taman, sarana pembuangan, air, dan kemanan karena semua sudah ada pengelola yang bertanggungjawab untuk mengurusnya. Fasilitas yang tersedia umumnya cukup lengkap seperti tersedianya sarana fitness center, kolam renang, jogging track, taman bermain, minimarket, restoran, cafe, dan fasilitas lainnya.
“Bagi mereka yang sibuk hal ini tentu sangat membantu karena mereka tidak perlu lagi pergi terlalu jauh dalam memenuhi berbagai kebutuhan sehari-harinya,” tambah Yusran.
Namun dia, sangat menyayangkan akhir-akhir ini ada sekelompok kecil orang yang kerap membuat suasana gaduh di lingkungan rusun atau apartemen. Orang-orang tersebut mengklim solah-olah mewakili warga di lingkungan apartemen. Padahal sesungguhnya mayoritas warga merasa terganggu dengan kegaduhan yang mereka buat.
Hal ini dikhawatirkan bisa membuat minat masyarakat untuk mau tinggal di hunian vertikal yang menjadi keinginan pemerintah bisa surut kembali.
“Jadi kita juga harus menghargai mayoritas warga yang ingin hidup tenang. Janganlah waktu istirahat mereka di ganggu dengan kegaduhan-kegaduhan yang sebenanrnya tidak perlu terjadi.”
Yusran mengakui tingkat hunian rata-rata apartemen kelas menengah saat ini sangat tinggi. Unit apartemen kelas menengah baik yang disewakan ataupun digunakan sendiri oleh pemiliknya hampir tidak pernah ada yang kosong.
Dia berharap kondisi semacam ini bisa terus dipertahankan. Dengan demikian harapan pemerintah untuk mendorong warga di kota-kota besar untuk mau tinggal di hunian vertikal bisa terlaksana dengan baik.
“Saya berharap aparat bisa bertindak lebih tegas terhadap pihak yang berupaya menghambat program pemerintah untuk mengajak warga mau tinggal di hunian vertikal. Jangan sampai tingginya minat warga untuk beralih tinggal di rusun atau apartemen ini menjadi surut kembali akibat adanya sejumlah orang yang sering menciptakan kegaduhan,” katanya.