Pajak Bakal Hadang Pertumbuhan Properti di Jakarta
Beban pajak transaksi properti saat ini sebesar 15% dari nilai transaksi yang kemudian ditanggung oleh pembeli dan penjual
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kondisi sektor properti masih belum pulih. Meski kebutuhan properti tinggi, sektor ini ternyata menghadapi berbagai tantangan. John Daniel Rachmat, Kepala Riset Mandiri Sekuritas mengatakan ada dua tantangan baru yang menghadang laju pertumbuhan sektor properti.
Pertama, kebijakan Pajak penjualan barang mewah (PPnBM). Rencana penetapan PPnBM bagi properti dengan harga minimal Rp 2 miliar sudah dikhawatirkan oleh para pengembang. John berharap penetapan batas minimal harga properti yang dikenakan PPnBM bisa lebih tinggi lagi, minimal Rp 5 miliar.
Sebab di kota Jakarta, harga properti rata-rata sudah mencapai Rp 2 miliar. "Sangat jarang harga di bawah Rp 2 miliar sehingga properti dengan itu bukan lagi barang mewah," ungkapnya. Jika aturan tersebut diterapkan tentu para pengembang akan sangat sulit menjual properti mereka.
Analisa Mandiri Sekuritas, beban pajak dari transaksi properti saat ini sebesar 15% dari nilai transaksi yang kemudian ditanggung oleh pembeli dan penjual. Jika PPnBM diterapkan maka beban pajak akan meningkat menjadi 30% sehingga masing-masing pihak bisa menanggung 15%.
Kedua, sektor properti menghadapi ancaman audit pajak bagi pemilik properti. Hal ini berkaitan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah mengejar para wajib pajak dengan melihat jumlah properti yang dimiliki. John khawatir pemerintah nantinya akan mengaudit para wajib pajak dengan jumlah properti yang tidak sebanding dengan penghasilannya. Maklum, pemerintah saat ini memasang target cukup tinggi untuk menggenjot pemasukan pajak, yakni naik 30% dari tahun lalu.
Sementara jumlah petugas pajak tidak sebanding dengan jumlah wajib pajak. "Salah satu cara adalah mengejar wajib pajak melalui kepemilikan properti," lanjut John.
Meski tantangan masih tinggi, ada beberapa emiten properti yang kemungkinan bisa bertahan. Misalnya, bagi emiten yang memiliki porsi recurring income alias pendapatan berulang besar seperti PT Pakuwon Jati Tbk (PWON). Pasalnya, kedua risiko untuk sektor properti tersebut lebih berdampak pada penjualan properti, bukan ke pendapatan berulang. (Wuwun Nafsiah)