Transaksi Rajawali dengan FGV Adalah 'Win-win Solution'
transaksi tersebut membuka akses terhadap pasar dan kebun yang luas di Indonesia
Selain itu, IOI Corp Bhd membeli saham Unico-Desa Plantation Bhd di Malaysia pada harga US$ 23.500 per hektar.
Mahalnya harga kebun kelapa sawit menunjukkan langkanya jumlah lahan yang tersedia dalam skala yang luas. Di Malaysia, sudah tak tersedia lagi lahan yang cukupluas untuk ekspansi kebun sawit.
Di Indonesia sekalipun, lahan yang tersedia juga sudah sangat terbatas.
Di Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi, misalnya, makin sulit menemukan perusahaan sawit baru yang bisa membuka kebun lebih dari 10.000 hektar.
Sehingga industri skala besar memiliki valuasi yang lebih tinggi dibandingkan skala menengah kecil.
Ikhtiar sejumlah raksasa kelapa sawit dunia, seperti Sime Darby, Wilmar dan Golden Agri untuk mengembangkan perkebunan di Afrika juga tidak memberi hasil yang menggembirakan lantaran produktivitasnya yang rendah.
Sebagai perusahaan perkebunan sawit nasional, Eagle High Plantation memiliki luas lahan sekitar 419.000 hektar atau enam kali luas negara Singapura.
Dari jumlah tersebut sekitar 150.000 hektar merupakan kebun yang telah ditanami dengan rata-rata umur tanaman 8 tahun, memasuki usia premium perkebunan sawit.
Kelapa sawi tmemiliki umur produktif 25-30 tahun, dengan produktivitas tertinggi pada 8-18 tahun.
Rata-rata umur tanaman Eagle High dinilai sesuai dengan kebutuhan FGV yang memiliki kebun dengan rata-rata umur tanaman lebih tua, yakni 15 tahun.
Untuk meremajakan kebuntuan, FGV harus menyediakan dana investasi yang cukup mahal, selain “waktutunggu” hingga kebun mencapai usia produktif.
Darjoto Setyawan menganggap transaksi ini akan membuka peluang bagi kedua pihak untuk membangun sinergi yang saling menguntungkan, mengembangkan industri hilir kelapa sawit di Indonesia. \
Sehingga Indonesia berpotensi menjadi pusat produksi Global Oleh chemical dunia, termasuk memperkuat perdagangan antara Indonesia dan Malaysia.