Buruh JICT Tolak Perpanjangan Kerjasama Hutchison
Perpanjangan kerjasama konsesi PT Jakarta International Container Terminal (JICT) dinilai sarat akan kepentingan asing
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perpanjangan kerjasama konsesi PT Jakarta International Container Terminal (JICT) dinilai sarat akan kepentingan asing dan berpotensi merugikan kepentingan negara.
Ketua Serikat Pekerja (SP) JICT, Nova Hakim, pun meminta agar pemerintah tidak melanjutkan proses perpanjangan JICT dengan Hutchison Port Holdings (HPH) yang dilakukan oleh IPC.
Dalam surat nomor S-318 /MBU/6/2015 tanggal 9 Juni 2015 Menteri BUMN tidak serta merta menyetujui izin prinsip perpanjangan konsesi JICT.
Menurut Nova persyaratannya harus memperhatikan surat Menteri Perhubungan No HK.201/3/4 Phb 2014 terkait pemisahan fungsi regulator dan operator.
Nova memaparkan proses perpanjangan konsesi JICT dilakukan sesuai dengan perundangan yang berlaku dan tata kelola perusahaan yang baik. "Jadi Dirut IPC jelas mengklaim secara sepihak perpanjangan telah disetujui Menteri BUMN,” tegas Nova, Senin (29/6/2015).
Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino juga menyatakan Upfront fee JICT dan TPK Koja sebesar 250 juta dolar AS. Sementara HPH membeli saham JICT tahun 1999 sebesar 243 juta dolar AS serta melakukan akuisisi TPK Koja dari Humpuss sebesar 110 juta dolar AS pada tahun 2000.
“Tahun 2013 pendapatan JICT 280 juta dolar AS dan operational cost sebesar 110 juta dolar AS. Jika dengan harga jual 200 juta maka ini terlalu murah,” kata Nova.
Nova pun mempertanyakan alasan diperpanjang konsesi JICT oleh asing dalam hal ini HPH, tidak ada urgensinya. Pasalnya negara tidak dalam keadaan krisis.
Nova memaparkan bahwa JICT berhasil menjadi yang terbaik di Indonesia dan Asia dalam kurun waktu 16 tahun beroperasi. Saat ini pun keterlibatan asing hanya 1 orang.
"Artinya seluruh proses bongkar muat JICT mulai dari perencanaan sampai eksekusi dilakukan oleh anak-anak bangsa,”ujar Nova.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan lewat suratnya nomor AL107/1/5 phb 2015 menyampaikan bahwa pelabuhan petikemas Indonesia hendaknya tidak dikerjasamakan dengan luar negeri. Hal ini untuk memberikan pemanfaatan yang lebih besar untuk ekonomi nasional.